Soal Biaya Pinjaman yang Dapat Dibebankan, Kemenkeu Siapkan PMK Baru

Kementerian Keuangan sedang menyiapkan ketentuan terkait dengan persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan EBITDA untuk keperluan penghitungan pajak.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU PPh yang diubah dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), menteri keuangan memiliki kewenangan untuk mengatur batas jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

“Benar, bisa debt to equity ratio (DER), bisa EBITDA. Kami akan menggunakan EBITDA, PMK baru akan diterbitkan,” ujar Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama, Selasa (30/11/2021).

Secara umum, Pasal 18 ayat (1) yang memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan menggunakan metode yang lazim digunakan, sesuai dengan international best practice.

Metode yang dapat digunakan tersebut antara lain seperti metode perbandingan antara utang dan modal atau DER, perbandingan antara persentase tertentu dari biaya pinjaman dan EBITDA, atau metode lainnya.

Cakupan Pasal 18 ayat (1) UU PPh yang direvisi dengan UU HPP ini tergolong lebih luas ketimbang aturan sebelumnya. Sebelum direvisi, menteri keuangan hanya diberi kewenangan mengeluarkan keputusan mengenai besaran perbandingan utang dan modal atau DER.

Besaran perbandingan utang dan modal atau DER Pasal 18 ayat (1) UU PPh telah ditetapkan pada PMK 169/2015. Pada PMK tersebut, DER ditetapkan paling tinggi sebesar 4:1.

Ketentuan DER dalam PMK 169/2021 dikecualikan bagi 6 wajib pajak, yaitu wajib pajak perbankan, pembiayaan, asuransi dan reasuransi, wajib pajak yang bergerak di bidang migas atau pertambangan, wajib pajak yang seluruh penghasilannya dikenai PPh final, dan wajib pajak yang menjalan usaha di bidang infrastruktur.

Sumber : DDTC

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only