DJP: Tingkat Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan 2021 WP Badan Baru 22,32%

Ditjen Pajak (DJP) melaporkan tingkat kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 untuk wajib pajak badan baru mencapai 22,32%.

Perinciannya, hingga 12 Maret 2022 (pukul 11.15 WIB) tercatat ada 368.783 SPT Tahunan wajib pajak badan yang sudah dilaporkan. Sementara itu, total wajib lapor SPT Tahunan PPh badan mencapai lebih dari 1,65 juta wajib pajak.

“Dari total tersebut, sebanyak 315.705 WP [86,61%] melaporkan secara daring dan sisanya luring,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor, Selasa (12/4/2022).

Lebih lanjut, Neilmaldrin menyampaikan terkait dengan upaya peningkatan kepatuhan, DJP senantiasa mengimbau wajib pajak segera menyelesaikan kewajiban pelaporan SPT Tahunan sebelum batas waktu pelaporan SPT. Adapun pelaporannya bisa memanfaatkan sejumlah kanal yang disediakan otoritas.

Sebagai informasi batas lapor SPT Tahunan 2021 untuk wajib pajak badan yakni pada 30 April 2022. Meskipun ada cuti bersama, DJP menegaskan tenggat waktu tersebut tidak berubah.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan cuti bersama Idulfitri pada 29 April 2022 dan 4-6 Mei 2022, sementara 2-3 Mei 2022 merupakan libur nasional Lebaran.

“Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Badan tetap pada tanggal 30 April 2022, tidak ada perpanjangan,” kata Neilmaldrin.

Adapun sebagaimana ketentuan yang berlaku, jika wajib pajak badan telat lapor SPT Tahunan maka akan dikenakan denda administrasi senilai Rp1 juta.

Kendati demikian, sanksi administrasi berupa denda itu tidak akan dikenakan untuk sejumlah kondisi yang dialami wajib pajak. Setidaknya ada 8 wajib pajak yang akan bebas dari denda jika terlambat melaporkan SPT. Berikut perinciannya:

  1. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
  2. Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
  3. Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di indonesia;
  4. Bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di indonesia;
  5. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku;
  6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
  7. Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan peraturan menteri keuangan; atau
  8. Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only