Saham Kebal Inflasi & Penurunan Daya Beli

JAKARTA. Aktivitas manufaktur Indonesia melambat di Juni 2022. Kendati melambat, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia masih dalam kategori ekspansif atau di atas level 50. S&P Global mencatat, PMI manufaktur Indonesia periode Juni 2022 berada di level 50,2 melorot dari bulan Mei 2022 yang berada di 50,8.

Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Pradana mencermati, perlambatan aktivitas manufaktur dipicu kenaikan inflasi dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang terjadi akhir-akhir ini. Perlambatan diproyeksi masih akan berlanjut. “Kemungkinan baru akan membaik kembali di kuartal IV, tapi ini harus ditunjang dengan landainya inflasi,” jelas Raditya, Senin (4/7).

Kendati katalis negatif cenderung mendominasi, Raditya menilai PMI Manufaktur Indonesia tidak turun di bawah level 50 atau kontraksi. Bila ini terjadi, efeknya ke kondisi makroekonomi di Indonesia buruk.

Tapi Analis Kiwoom Sekuritas Rizky Khaerunnisa mengatakan, peluang indeks manufaktur menurun ke level kontraksi terbuka. Mengingat, masih ada risiko yang harus dihadapi, seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga-harga komoditas, seperti yang terjadi di Juni lalu.

Perlambatan aktivitas manufaktur di bulan lalu diperberat oleh kenaikan harga bahan baku, yang berpengaruh pada harga output. Efek dari gangguan rantai pasok dan kenaikan harga komoditas global, terutama energi, akan dirasakan oleh hampir seluruh sektor manufaktur.

Pilih saham yang tepat

Perlambatan aktivitas manufaktur ini tercemin ke pergerakan saham-saham di bursa yang cenderung melorot dalam beberapa waktu terakhir. Dus, Rizky menyarankan investor wait and see. Selain sentimen negatif dari aktivitas manufaktur, pasar juga mengkhawatirkan kenaikan suku bunga The Fed yang lebih agresif, serta inflasi indonesia yang tercatat tinggi.

Kendati dibayangi sentimen negatif, saham-saham yang memiliki kinerja baik dan harga murah, seperti saham-saham sektor perbankan, masih dapat dicermati. Selain itu, menjelang rilis laporan keuangan kuartal kedua, investor juga bisa mengamati saham sektor komoditas. Sementara saham yang secara valuasi sudah mahal lebih baik dihindari terlebih dahulu.

Mempertimbangakan kondisi tersebut, Rizky cenderung merekomendasikan beli untuk BBRI, BNRI, dan BBNI dengan target harga 10% hingga 15%. Sementara itu, Raditya cenderung menyarankan investor mencermati saham-saham keuangan karena akan diuntungkan oleh kenaikan suku bunga.

Saham barang konsumen primer juga layak diamati karena tidak akan mengalami perubahan permintaan signifikan di tengah kondisi ini. Saham energi juga masih bisa dicermati selama konflik Rusia dan Ukraina. Konflik membuat harga komoditas bertahan di level premium.

Untuk jangka pendek, Raditya menyarankan saham sektor energi. “Beberapa hari terakhir, indeks sektor energi turun signifikan. Sehingga, beberapa hari ke depan, penurunannya akan terbatas,” jelas dia.

Raditya merekomendasikan beli saham HRUM di Rp 1.400 per saham, stop loss breakdown di Rp 1.350 per saham, dan target di Rp 1.910 per saham. ANTM disarankan beli di Rp 1.745, target di Rp 1.980, dan stop loss breakdown di Rp 1.650.

Lalu, INCO disarankan beli di Rp 5.300, dengan target Rp 6.350, dan stop loss breakdown di Rp 5.100. Sementara, saham yang sebaiknya dihindari adalah saham teknologi, karena memiliki rasio utang yang tinggi.

Sumber : Harian Kontan Selasa 05 Juli 2022 hal 3

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only