Fasilitas Pembebasan PPN Bisa Dicabut

Pemerintah bakal mengevaluasi fasilitas pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Fasilitas tersebut bisa berlaku untuk sementara waktu, atau bisa juga selamanya.

Seperti diketahui, fasilitas pembebasan PPN atas penyerahan dan tidak dipungut PPnBM atas impor barang dan jasa diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022. Beleid anyar ini merupakan aturan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pasal 30 ayat (2) PP tersebut, mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat mengevaluasi fasilitas yang diberikan. Artinya, fasilitas itu sifatnya bisa sementara atau selamanya, tergantung kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Berdasarkan hasil evaluasi, impor dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan, evaluasi fasilitas pajak tersebut akan dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu. Sebab, pemberian fasilitas pajak harus mempertimbangkan beberapa parameter makro ekonomi, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika kondisi ekonomi kian membaik, pemerintah bisa saja menghentikan fasilitas pajak tersebut secara bertahap.

“Jadi, ketika dia sudah collapse karena resesi ekonomi, ya, kita bantu agar dia tetap bisa jualan dan tetap punya penghasilan,” kata Neilmaldrin akhir pekan lalu.

Kebijakan pemerintah ini sejalan dengan himbauan World Bank dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects edisi Desember 2022. Bank Dunia menilai, bahwa pemerintah Indonesia perlu selektif memberikan fasilitas pembebasan PPN agar dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Jika pemerintah dapat mengurangi insentif, maka penerimaan pajak dari pengurangan pembebasan PPN dapat digunakan untuk membiayai hal lain. Misalnya saja, untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, fasilitas PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti bahan makanan tetap perlu diberikan. Sebab, jika fasilitas dicabut maka pemberlakukan 1 PPN terhadap bahan makanan rentan memicu inflasi.

Namun demikian, “Ketika pembebasan PPN impor tidak tepat sasaran maka belanja pajak harus dievaluasi secara menyeluruh,” tandasnya.

Sumber: KONTAN-Selasa, 20 Desember 2022

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only