JAKARTA. Pemerintah menaikkan cukai alkohol mulai 1 Januari 2019. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui PMK 158/PMK.010/2018 menaikkan tarif cukai minuman yang mengandung etil alkohol 5%, baik produk dalam negeri maupun impor, dari Rp 13.000 per liter jadi Rp 15.000 per liter. Kondisi ini tentu membuat emiten produsen bir kelimpungan untuk mempertahankan margin laba.
PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), misalnya. Demi menjaga margin laba, emiten ini akan menaikkan harga jual.
Direktur pemasaran DLTA Rony Titiheruw mengatakan, kenaikan harga akan dilakukan, tapi tak sebesar kenaikan cukai alkohol yang diterapkan pemerintah. “Kenaikannya di bawah 15,3%, “kata dia, kemarin. Selama ini, DLTA hanya memproduksi minuman etil alkohol golongan A.
Produsen lain, yakni PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), mengaku kinerja akan terpukul akibat beleid baru ini. Direktur Hubungan Korporasi MLBI Bambang Britono mengatakan, di tahun ini, bisnis bir melambat.
Karena kondisi tersebut, tahun depan industri bir juga tidak akan tumbuh, begitu juga bisis MLBI. Apalagi, saat ini kontribusi bir golongan A milik MLBI menyumbang pendapatan sebesar 90%.
Industri melambat.
Sejak pemerintah terus menaikkan cukai alkohol dari tahun 2015, MLBI telah melakukan beberapa ekspansi. Di antaranya melakukan transformasi bisnis dengan diversifikasi di luar bisnis bir, yakni cider dan soft drink.
Namun langkah ini belum bisa menghasilkan pertumbuhan kinerja yang signifikan. Hingga kuartal III tahun ini, laba bersih MLBI menurun 13% menjadi Rp 919 miliar secara year on year.
Analisis BNI Sekuritas William Siregar mengatakan, menaikkan harga jual produk menjadi salah satu solusi terbaik. Tapi kenaikan harga tidak bisa terlalu agresif. Sebab jika naiknya mengikuti persentase kenaikan cukai, hal itu akan merugikan konsumen dan mengurangi penjualan. “Kemungkinan perusahaan menaikkan harga produk single digit tapi harus naik setiap tahun, itu akan lebih aman bagi industri,” saran William.
Dia memperkirakan, tahun depan kinerja MLBI dan DLTA masih bisa tumbuh. Sebab, di tahun politik biasanya permintaan produk untuk emiten konsumer justru meningkat.
Selain itu, destinasi wisata yang semakin banyak dikenal orang asing akan meningkatkan penjualan bir milik MLBI dan DLTA. Namun untuk saat ini, William menyarankan tahan karena likuiditas saham kedua emiten sangat kecil.
Sukarno Alatas, Analis OSO Sekuritas, menambahkan, selain menaikkan harga jual, emiten bir bisa saja mengerek volume penjualan. Dia memprediksi, hingga akhir tahun ini, kinerja MLBI belum dapat tumbuh. Sebab permintaan di akhir tahun tidak akan bisa menyokong kinerja sepanjang tahun ini. Apalagi di kuartal III tahun ini, kinerja MLBI telah turun dua digit.
Berbeda dengan kinerja DLTA. Hingga kuartal III-2018, laba bersih DLTA naik 23,21% menjadi Rp 232,89 miliar. Tapi, menurut Sukarno, saham DLTA tidka menarik meski PER murah karena sahamnya tidak likuid. Jumlah saham publik hanya 18,33% setara 146,7 juta saham.
Sedangkan untuk saham MLBI, Sukarno menyarankan hindari, mengingat price to earning ratio (PER) tergolong mahal, yakni 31 kali, lebih tinggi dari PER industri. Selasa (18/12) harga saham MLBI tuurun 0,16% ke Rp 15.850 dan saham DLTA naik 0,46% di Rp 5.500 per saham.
Sumber: Kontan
Leave a Reply