APBN Jadi Opsi Tambal Defisit JKN

JAKARTA. Pemerintah terus berupaya mencari solusi mengatasi atas masalah defisit keuangan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Setelah opsi menaikkan tarif iuran peserta ditutup dan upaya mengejar tunggakan iuran peserta membutuhkan waktu panjang, maka kini opsi yang diutamakan oleh pemerintah adalah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sekertaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan, opsi yang diutamakan untuk skema menambal defisit JKN adalah dari APBN. Hanya saja, Irfan masih belum bisa memastikan apakah dana hasil cukai rokok juga akan dipakai untuk menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan tersebut.

Dana APBN untuk defisit JKN menunggu hasil audit dan hitungan BPKP.

Untuk besaran dana APBN yang akan dipakai, dia bilang, saat ini dia masih menunggu audit Badan Pengawas dan Keuangan Pembangunan (BPKP). ” Ini masih dievaluasi, dilihat BPKP, nanti baru ke Kementerian Keuangan (Kemkeu),” katanya, Senin (6/8). Untuk menutup defisit nanti, skema yang akan dipakai adalah dana akan langsung diambil dari dana kas negara.

Berdasarkan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.19 tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan, ada tiga opsi untuk memperbaiki keuangan BPJS Kesehatan, yakni dengan penyesuaian iuran, penyesuian manfaat, dan bantuan dana pemerintah. Irfan bilang, opsi ketiga dipilih. “Opsi penyesuaian manfaat dan iuran kami kesampingkan,” ujar dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, pihaknya saat ini sedang menunggu hitungan dari BPKP. Meski begitu , ia mengakui, sebagian defisit akan ditutupi dari APBN. “Sebagian akan kami tutup dan akan ditambahkan, tapi dihitungannya masih kita tunggu,” katanya.

Diperkirakan nilai defisit BPJS Kesehatan pada tahun ini akan membengkak mencapai Rp 11,2 triliun. Jumlah itu naik dari tahun 2017 yang Rp 9 triliun dan tahun 2016 yang sebesar Rp 9,7 triliun.

Fahmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan mengatakan, pemerintah akan menggelar pertemuan di kantor Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) pada Kamis (9/8) terkait opsi yang di lakukan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan ini.

Menurutnya, tidak ada opsi untuk penyesuaian tarif iuran, sebab arahan Presiden Joko Widodo (sudah jelas bahwa BPJS Kesehatan tidak boleh menurunkan atau menghilangkan manfaat pelayanan BPJS Kesehatan.

Perintah presiden itu bisa jadi akan memetahkan tiga aturan setingkat Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan tentang pelayanan kesehatan penyakit katarak, persalinan, dan rehabilitasi medis. Tiga beleid yang berlaku 25 Juli 2018 ini diklaim dapat menghemat keuangan sebesar Rp 360 miliar.

Aturan itu menuai banyak kencaman. Bahkan Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Ikatan Dokter Indonesia meminta aturan itu dianulir.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only