Pasokan Naik, Ekspor Karet RI Turun

Peningkatan penyerapan karet di pasar domestik mendesak karena permintaan global turun sementara pasokan bertambah.

Jakarta. Pada paruh pertama 2018 ini, kinerja industri ksret mengerut. Musababnya: turunnya volume ekspor karena permintaan global yang rendah, sementara pasokan berlebih. Ini terjadi karena jumlah negara pemasok karet bertambah, terutama dari Indo China, Kamboja, Vietnam, Laos.

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) mencatat, ekspor karet Indonesia (Gapkindo) mencatat, ekspor karet Indonesia pada semester I-2018 turun 8% dibandingkan periode sama 2017. Penurunan ekspor karet ini tidak hanya dialami Indonesia, tetapi juga Thailand dan Malaysia.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane mengatakan, selain karena jumlah pemasok karet bertambah, kinerja industri global yang tengah lesu akibat isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China, juga menjadi penyebab.

Ia bilang, peran dagang yang terjadi pada dua ekonomi raksasa ini menimbulkan ke khawatiran di sektor industri. Hal itu ditandai dengan melambatnya kinerja industri manufaktur di Eropa. Kondisi ini membuat permintaan global akan bahan baku, termasuk karet juga ikut seret.

“Selama krisis ini belum selesai dan kestabilan di Eropa belum berjalan baik, salah satunya di sektor manufaktur, dalam situasi ini kebutuhan komoditas karet tidak akan beranjak,” ujar Azis, Senin (6/8).

Kondisi itu juga tergambar dari kinerja produsen karet, salah satunya PT Kirana  Megantara Tbk. Pada semester I 2018 pendapatan perusahaan ini turun signifikan sebesar 22,9% menjadi Rp 5,7 triliun dari periode sama 2017 yang sebesar Rp 6,72 triliun.

Produsen karet lain, PT Jaya Agra Wattie Tbk juga menderita kerugian yang lebih besar yakni Rp 89 miliar, meningkat 21% dari rugi bersih di periode sama tahun 2017 yakni sebesar Rp 73 miliar.

Industri ban vulkanisir bisa jadi opsi peningkatan penyerapan.

Tingkanya penyerapan.

Melihat kondisi ini, Dekarindo mendesak pemerintah meningkatkan penyerapan karet alam dalam negeri. Selain melalui industri manufaktur ban yang sudah ada, Dekarindo mengusulkan pemerintah mendorong pengembangan industri di sektor ban vulkanisir. Opsi pengembangan industri ban vulkanisir ini dinilai jauh lebih baik daripada pengembangan industri aspak berbasis crumb rubber.

“Karena industri ban vulkanisir dalam skala kecil mauoun besar sudah ada dan bisa langsung digerakkan. Berbeda dengan crumb rubber yang bakal butuh proses panjang lagi,” ujarnya. Dalam perhitungan Dekarindo, industri ban baru dapat menyerap hingga 250.000 ton karet alam, industri ban vulkanisir bisa menyerap 96.000-110.000 ton sedangkan crumb rubber hanya 200.000 ton.

Dewan Eksekutif Gapkindo Suharto Honggokusumo menambahkan, penurunan ekspor dipasar global perlu menjadi perhatian pemerinta. Salah satunya dengan meningkatkan penyerapan di dalam negeri. Agar penyerapan lokal meningkat, maka pemerintah harus mendorong peningkatkan produksi karet lokal. Sebab saat ini, petani menderita penurunan produksi karena kondisi gugur daun di paruh. “Ini juga menyebabkan produksi karet di petani menurun,” ucapnya.

Bila kondisinya ini tidak segera di perbaiki, maka Gapkindo memprediksi akan terjadi penurunan produksi karet pada semester II 2018 ini sebesar 10% atau lebih.

Suharto berharap pemerintah juga memanfaatkan momentum kenaikan harga karet. Berdasarkan data Bloomberg, di bursa komoditas Tokyo harga karet, Senin (6/8) meningkat menjadi ¥ 170,50 per kilogram (kg). Harga itu naik 1,30% dari harga penutupan di akhir pekan lalu, Jumat (3/8) yang sebesar ¥ 168,30 per kg. Peningkatan harga karet terjadi seiring pelemahan mata uang Yen.

Sumber : harian kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only