Simalakama Beleid Pembatasan Impor

Rencana pemerintah mengurangi impor bisa menekan pertumbuhan ekonomi.

JAKARTA. Pemerintah menghadapi pilihan sulit. Ditengah membengkaknya defisit neraca dagang dan transaksi berjalan, rencana penguranganimpor menjadi hal yang harus segera dilaksanakan. Pemerintah mengaku sedang menyisir 500 produk impor untuk kemudian disetop.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap, dari 500 komoditas yang akan disetop impornya, antara lain berupa produk kertas dan kayu, karet dan plastik, serta minyak kelapa sawit. Sebab, berbagai produk itu memiliki barang substitusi di dalam negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pengurangan impor akan menyasar barang non produktif dan bisa disubtitusi oleh produk domestik. Ia optimistis pilihan ini tidak berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Toh, pembisnis mulai cemas dengan rencana ini. Sebab, 75% barang impor adalah bahan baku penolong industri, 15,75% barang modal, dan sisanya barang konsumsi. “Banyak pabrik akan berhenti beroperasi,” ujar Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) kepada KONTAN Rabu (15/8).

Itu sebabnya, sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN mewanti-wanti pengurangan impor ini akan berefek negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Alhasil, alih-alih mencapai target-target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% laju ekonomi bisa di bawah 5%.

Proyeksi Eric Sugandi, Project Consultan ADB, ekonomi tahun ini hanya tumbuh 5,1%-5,2% jika pembatasan impor diterapkan. Proyeksi serupa diungkapkan Ekonom Bank Permata Josua Pardede.

Memang kata Eric Sugandi, pemerintah harus serius dan habis-habisan menekan current account deficit (CAD). Salah satu caranya, “Tunda saja proyek infrastruktur yang tidak urgent dan memakai konten impor besar,” ujar Eric.

Ekonom CORE Pieter Abdullah mempersilakan pemerintah menutup impor komoditas yang bedampak minim pada inflasi dan ekonomi, asalkan tidak menutup impor bahan baku industri manufaktur. “Barang elektronik akan berdampak positif tanpa banyak implikasi,” katanya.

Ekonom Senior UI, Faisal Basri menilai, pembatasan impor barang konsumsi tidak berdampak besar pada laju pertumbuhan ekonomi. Sebab, impor produk konsumsi hanya berkontribusi 9,41%. “Sekarang baru sadar, setelah menggenjot infrastruktur, lalu rupiah melemah,” ujarnya. Tapi, Faisal memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa di bawah 5%.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only