Biaya untuk Kebijakan Insentif Fiskal dalam Tren Meningkat

JAKARTA. Pemerintah kini mencatat estimasi kehilangan penerimaan perpajakan akibat subsidi maupun insentif pajak dalam biaya yang dikeluarkan negara melalui kebijakan pajak (tax expenditure). Angka tax expenditure cukup besar dan dalam tren meningkat. Pemerintah akan memakai data itu dalam menentukan insentif fiskal.

Bentuk dari tax expenditure, misalnya, tax holiday, tax allowance, dan segala bentuk pengecualian atau perbedaan pengenaan perpajakan dari ketentuan yang berlaku. Kebijakan perpajakan tersebut memengaruhi penerimaan pajak karena pelaku usaha mendapat keringanan.

Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) menunjukan, estimasi tax expenditure pada 2016 lalu mencapai Rp 143,6 triliun atau 1,16% dari produk domestik bruto (PDB). Mereka memperkirakan, jumlah itu meningkat jadi Rp 154,7 triliun pada 2017, meskipun porsi terhadap PDB berkurang menjadi 1,14%.

“Kami menghitung berapa jumlah insentif pajak. Artinya, mereka yang dibebaskan pajak, memberikan tax holiday, tax allowance maupun deductible seperti yang sekarang ini sedang aktif. Jadi, jumlahnya cukup besar,” sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhir pekan lalu.

Tahun ini, Kemkeu belum menghitung jumlah tax expenditure yang bakal mengurangi penerimaan perpajakan. Yang jelas, pemerintah melonggarkan kebijakan tax holiday di 2018 sehingga berpotensi mendongkrak tax expenditure tahun ini.

Meski tax expenditure semakin besar, Sri Mulyani berharap, insentif pajak bisa memberi multiplier effect bagi perekonomian. “Beberapa insentif perpajakan untuk mendukung investasi dan ekspor, mulai bea masuk ditanggung pemerintah sampai kawasan khusus juga untuk tax allowance dan pusat logistik berikat,” ungkap dia.

Yustinus Prastowo, pakar perpajakan dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), berpendapat, tax expenditure penting untuk melihat efektivitas insentif fiskal bagi perekonomian nasional. Menurutnya, tax expenditure yang baik adalah yang tertuju bagi sektor manufaktur.

Soalnya, sektor manufaktur berperan paling besar terhadap perekonomian dibandingkan dengan bidang usaha lain. Sektor manufaktur juga pemberi lapangan kerja terbanyak. “Idealnya, manufaktur mendapat tax expenditure terbanyak,” sebut Yustinus.

Namun dari data yang ada, justru sektor jasa keuangan yang memperoleh porsi tax expenditure terbesar. Pemerintah harus mengevaluasi pemberian insentif fiskal agar tepat sasaran dan bermanfaat besar bagi perekonomian negeri.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only