Sinyal Buruk Kenaikan PPh Impor

Pengusaha meminta pemerintah berhat-hati menetapkan kenaikan tarif PPh impor agar tidak merugikan industri dan masyarakat

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) berencana menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) tentang pengenaan tarif baru PPh barang impor. Hanya, tarif baru yang bertujuan untuk menekan masuknya barang impor tersebut, dikhawatirkan bakal berimplikasi negatif bagi perekonomian nasional.

Pengenaan PPh barang impor sebenarnya merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan. Pelaksanaan aturan tersebut tertuang dalam PMK Nomor 34 tahun 2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

Ada tiga tarif PPh barang impor yakni 10%, 7,5%, 5%, dan 2,5% dari nilai impor. Besaran tarif berlaku berbeda-beda di setiap jenis barang.

Pemerintah berencana mengenakan tarif PPh impor sebesar 7,5% untuk barang yang memiliki substitusi impor dalam negeri dan bukan termasuk jenis barang yang strategis. Pemerintah mengidentifikasi ada sekitar 500 jenis barang yang bisa terkena kebijakan itu. Barang-barang tersebut termasuk berbagai macam belanja luar negeri yang menyumbang lonjakan impor barang konsumsi.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani khawatir, kebijakan itu bakal merugikan perekonomian nasional. Pasalnya, kenaikan tarif PPh bakal mendorong harga jual barang. “Saat ini industri manufaktur Indonesia mulai tumbuh, jangan sampai ini menjadi kontraproduktif terhadap keinginan pemerintah untuk mendorong ekspor bernilai tambah tinggi,” jelas Shinta, Selasa (21/8).

Pasalnya, meskipun termasuk barang konsumsi, beberapa produk impor juga menjadi bahan baku penolong bagi industri. Apalagi di tingkat domestik, walau sudah ada barang subtitusi, namun harganya juga cenderung lebih mahal dari impor.

Di tengah perundingan FTA, kenaikan tarif PPh Impor jadi sinyal negatif investor.Apalagi, sisi lain, saat ini pemerintah sedang giat dengan upaya untuk membuka pasar melalui perundingan perdagang- an bebas atau free trade agreement (FTA) dan menarik investasi. Shinta khawatir, kenaikan tarif PPh impor akan memberi sinyal negatif kepada investor maupun mitra perundingan Indonesia. “Bila pemerintah tetap memaksa melaksanakan kebijakan ini, kami meminta mereka harus benar-benar hati-hati dalam menentukan komoditas yang akan disetop karena implikasinya akan sangat luas ,” ujar Shinta.

Ancam kenaikan inflasiWakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Suryadi Sasmita juga meminta, agar pemerintah memastikan kenaikan tarif PPh itu hanya berlaku kepada barang yang berkontribusi kecil terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, jika kenaikan tarif PPh impor berlaku untuk semua barang, maka masyarakat yang dirugikan. Tingkat konsumsi rumah tangga bakal tertekan. “Keinginan pengusaha adalah bisa dagang dan dapat untung, tapi masyarakat juga bisa beli dengan harga murah,” jelas Suryadi.

Sementara itu Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia mengatakan, pemerintah memang harus memilah barang-barang yang bakal terkena kenaikan tarif PPh. Jika tak selektif, maka bukan hanya daya beli yang tertekan, tapi inflasi juga meningkat.

“Revisi kebijakan PPh impor tujuannya jelas untuk menekan laju pertumbuhan impor mengurangi defisit.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only