Awas Sinyal Buruk Kenaikan PPh Impor

JAKARTA. Rencana pemerintah merevisi aturan pajak penghasilan (PPh) impor semakin luas. Tak hanya akan menaikkan tarif, Kementerian Keuangan (Kemkeu) juha juga akan menambah produk-produk yang bakal terkena PPh impor.

Aturan PPh impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017, menyasar 889 produk. Sebanyak 244 produk terkena tarif PPh impor sebesar 10%, lalu 568 produk dikenai 7,5%, dan tarif 0,5% untuk tujuh komoditas.

Kemkeu mengaku masih mengidentifikasi produk-produk yang bakal diperbesar tarif PPh impornya. Bersamaan dengan itu, Kemkeu juga menambah jenis barang baru untuk dikenakan tarif PPh impor.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara menjelaskan, jenis barang baru tersebut berasal dari barang-barang impor hasil penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kemkeu.

“Bea Cukai sudah menyerahkan data barangnya. Sedang kami teliti, kalau impornya tinggi banget dan kemudian produksi dalam negerinya sebenarnya ada, kami akan tambahkan (PPh impor),” jelas Suahasil, Selasa (28/8).

Sayang, Suahasil merahasiakan jenis barang tersebut. Sejumlah jajaran di Ditjen Bea Cukai juga masih bungkam. Hanya Suahasil bilang, tambahan jenis barang tersebut, harus barang konsumsi dengan jumlah impor tinggi serta barang tersebut diproduksi di dalam negeri.

Ditanggung konsumen

Sejauh ini, pemerintah masih optimistis revisi PPh impor bisa terlaksana pada bulan September 201. Kemkeu yakin, kebijakan PPh impor tidak akan memperkeruh perang dagang. “Kami bukan bicara bea masuk, sehingga kami tidak bicara mengenai retaliasi (balasan dari negara lain),” tandas Suahasil.

PPh impor juga tidak akan membebani pengusaha. Pungutan PPh impor akan dikreditkan ke harga barang, sehingga yang menanggung adalah konsumen. Meski tak membebani pengusaha, namun kebijakan ini diharapkan bisa memiliki dampak dalam jangka pendek, yakni menekan impor sehingga mengurangi defisit neraca dagang.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang pada Januari-Juli 2018 sudah defisit US$ 3,08 miliar. Defisit berpotensi meningkat jika impor tak dikendalikan, karena kinerja ekspor masih lesu.

Namun begitu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengingatkan, perubahan kebijakan PPh impor bisa jadi bumerang bagi perekonomian Indonesia. Hal ini lantaran banyak produk berkategori barang konsumsi yang ternyata menjadi bahan baku dan bahan penolong bagi industri.

Oleh karena itu Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Suryadi Sasmita meminta pemerintah berhati-hati dalam kebijakan ini. Sebab, PPh impor bisa menekan daya beli konsumen yang belakangan mulai naik. Selain itu, inflasi dari barang-barang impor juga bisa meningkat.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only