JAKARTA. Anda belum pernah diperiksa pajak? Bersiaplah, karena Anda berpotensi masuk daftar target prioritas pemeriksaan aparat pajak.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak saat ini tengah menyiapkan daftar prioritas pemeriksaan wajib pajak. Daftar itu berisi wajib pajak yang mereka anggap kurang patuh.
Salah satu indikator tingkat kepatuhan adalah mereka belum pernah diperiksa, dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes) dalam kurun tiga tahun terakhir. Penyusunan daftar prioritas pemeriksaan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak. Surat itu menginstruksikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menyusun peta kepatuhan wajib pajak dan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) per September 2018.
Penyusunan peta kepatuhan dan DSP3 berdasarkan analisis terhadap seluruh data dan informasi di KPP dengan meramu dengan data yang berasal dari sistem informasi di Ditjen Pajak maupun berdasarkan fakta lapangan.
“Wajib pajak yang belum pernah diperiksa jadi salah satu indikator, karena pelaporan pajaknya masih semata-mata self assessment yang belum pernah kami lakukan pengujian sehingga terdapat risiko ketidakpatuhan,” jelas Hestu Yoga Saksama, Direk- tur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, kepada KONTAN, Minggu (2/9).
Namun, meski masuk DSP3, penentuan kepatuhan wajib pajak juga memperhatikan indikator lain. “Walaupun masuk DSP3, apa- bila indikator lainnya negatif, misalnya Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR) atau lainnya bagus, dia tidak akan kami periksa,” katanya.
Selain itu, Hestu menyebutkan, pemeriksaan menggunakan peta kepatuhan ini belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab saat ini pajak masih fokus penyelesaian tunggakan pemeriksaan, dan menentukan tindak lanjut usulan pemeriksaan yang sudah ada sebelumnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pembentukan peta kepatuhan wajib pajak ini sebagai langkah bagus untuk memperbaiki data pemeriksaan perpajakan. Namun ia menilai, regulasi ini terbilang lemah lantaran hanya dipayungi Surat Edaran Dirjen Pajak. “Secara hukum, surat edaran tidak punya kekuatan, meski efektif untuk internal,” ujar Yustinus.
Agar lebih kuat, ia menyarankan, perintah pemeriksaan pajak tertuang di peraturan menteri keuangan (PMK). Sebab, pelaksanaan beleid ini melibatkan wajib pajak.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply