IA-CEPA Menaikkan Impor Gandum

Kesepakatan bebaskan bea masuk impor gandum 500.000 ton dari Australia dalam IA-CEPA menjadi angin segar bagi industri pakan.

JAKARTA. Kesepakatan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Australia dalam skema Indonesia-Australia Comprehensive Agreement (IA-CEPA) diyakini akan memberikan energi positif bagi industi peternakan nasional. Sebab, dalam perjanjian itu, kedua negara sepakat membebaskan bea masuk untuk 500.000 ton impor produk gandum dari Negeri Kanguru.

Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman mengatakan, IA-CEPA menjadi angin segar bagi industri pakan ternak. Sebab, selama ini pengusaha harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan bahan pakan ternak berbahan baku gandum. Apalagi, “Pabrikan pakan tidak impor langsung gandum, kita hanya pakai by product,” ujarnya Rabu (5/9).

Mantan Ketua GPMT ini menambahkan, yang kerap diimpor langsung untuk pakan ternak adalah meat and bone meal. Dalam setahun impor produk ini mencapai lebih hampir 500.000 ton.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gandum, industri pakan ternak menggunakan pecahan dari hasil penggilingan gandum yang dimiliki pengusaha terigu. Walau begitu volume kebutuhan gandum untuk pakan ternak tidaklah kecil.

Pada tahun 2018, konsumsi gandum nasional diperkirakan bisa mencapai 11,8 juta ton. Konsumsi itu terdiri atas kebutuhan untuk industri tepung terigu 8 juta ton dan serapan untuk industri pakan ternak sebesar 3,8 juta ton.

Menurutnya 60% impor kebutuhan gandum Indonesia didatangkan dari Australia dan selama ini dikenaikan tarif bea masuk sebesar 5%. Sehingga bila perjanjian IA-CEPA bisa memangkas atau mempermudah pengenaan bea masuk gandum, maka harga pakan diharapkan bisa turun signifikan.

Itulah sebabnya, pembebasan bea masuk impor gandum berpotensi meningkatkan permintaan gandum dari Australia. Apalagi saat ini, harga jagung lokal, yang selama ini digunakan untuk bahan baku pakan, harganya masih tinggi di kisaran Rp 5.000 per kg.

Impor naik

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Ratna Sari Lopis mengatakan, perjanjian itu berpotensi menaikkan impor gandum dalam negeri. “Tren kenaikann bisa 6%-7% untuk food,” katanya.

Proyeksi peningkatan impor gandum tersebut sedikit lebih tinggi dari rata-rata peningkatan impor gandum untuk industri pangan selama ini.

Aptindo mencatat selama ini impor gandum untuk tepung terigu meningkat sekitar 5%-6% per tahun. Peningkatan tersebut belum memperhitungkan impor gandum-ganduman lain, seperti untuk kebutuhan pakan ternak.

Pembebasan BM impor gandum diharapkan bisa tekan harga pakan ternak

Pada paruh pertama 2018 ini, Aptindo mencatat impor gandum telah mencapai 4,53 juta ton dengan nilai sekitar US$ 1,13 miliar. Angka tersebut turun dari capaian periode sama tahun 2017 yang volume impornya mencapai 5,36 juta ton atau setara US$ 1,23 miliar. Hal ini sebagai efek melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat.

Karena itu pada tahun 2018 ini, Aptindo memproyeksikan impor gandum untuk industri tepung terigu cenderung stagnan. Menurutnya peningkatan impor gandum, sebenarnya digunakan untuk kebutuhan bahan baku industri pakan ternak. Sebab pasca ada larangan impor jagung, industri pakan ternak mengunakan gandum sebagai substitusi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2017 impor gandum dari Australia tercatat mencapai sebesar US$ 1,17 miliar. Impor tersebut meningkat sekitar 4,46% dibandingkan nilai impor gandum dari Australia pada tahun 2016 yang mencapai sebesar US$ 1,12 miliar.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only