PPh Impor Tidak Sama Seperti Bea Masuk

Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor (PPh impor) untuk 1.147 produk. Selain harus membayar PPh impor, beberapa produk tersebut juga dikenai bea masuk (BM). Lalu bagaimana perbedaan dan penghitungan pajaknya ?

PPh impor dan BM pada dasarnya adalah pungutan negara atas kegiatan impor. Keduanya sama-sama pemungutan Pajak Dalam Rangka Impor Impor (PDRI) yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Namun ada bedanya, antara lain, pertama, dalam hal fungsi dan tujuan yang ingin dicapai dengan pengenaan pungutan tersebut. Secara umum, pungutan pajak memiliki dua fungsi, yakni fungsi sumber penerimaan negara (budgeter) dan fungsi untuk mengatur (regulerend). Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pemungutan PPh Pasal 22 Impor lebih mendukung fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara daripada regulerend.

PPh Pasal 22 impor dipungut di muka untuk mengamankan penerimaan negara. Disisi lain, pemingutan Bea Masuk lebih mengutamakan fungsi pajak sebagai alat katrol pemerintah atas kegiatan impor, proteksi terhadap industri dalam negeri, dan mencegah praktik perdagangan ilegal.

Kedua, perbedaan acuan dan tarif pungutan. Tarif PPh Impor yang ditetapkan pemerintah mengacu pada Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengenaan BM juga bervariasi mulai dari 0% hingga tarif tertinggi untuk jenis barang tertentu, sesuai kerangka pengaturan perdagangan internasional yang di atur oleh World Trade Organization (WTO).

Ketiga, berdasarkan sifat pemungutan. PPh Impor dan Bea Masuk memiliki sifat yang berbeda. Pemungutan PPh Impor merupakan prepaid tax (pajak dibayar di muka) dalam rangka penghitungan jumlah PPh Badan pada akhir tahun pajak. Prepaid tax akan menjadi kredit PPh, yaitu mengurangi jumlah pajak terutang yang harus dibayar, sesuai dengan Pasal 20 dan Pasal 28 ayat (1) UU Pajak Penghasilan.

Contohnya, perusahaan mengimpor mobil mewah dengan nilai pabean sebesar Rp 6,67 miliar, maka dengan kebijakan penyesuaian tarif PPh 22 dan PPnBM terbaru, maka total nilai perolehan mobil:

  • Nilai Pabean = Rp 6,67 miliar
  • Bea Masuk (50% x Rp 6,67 miliar) = Rp 3,33 miliar
  • Nilai Impor = Rp 10 miliar
  • PPN 10% dari nilai impor (10% x Rp 10 miliar) = Rp 1 miliar
  • PPnBM 30% dari nilai impor (30% x Rp 10 miliar) = Rp 3 miliar
  • PPh Pasal 22 Impor 10% dari Nilai Impor (10% x Rp 10 miliar) = Rp 1 miliar
  • Total PDRI = Rp 5 miliar

Jika akhir tahun perusahaan terutang PPh Badan sebesar Rp 10 miliar, maka hanya tinggal membayar Rp 9 miliar (Rp 10 miliar dari PPh Badan di kurangi Rp 1 miliar drai PPh 22 Impor).

Sedangkan pungutan BM merupakan biaya (cost). Jumlah Bea Masuk yang dibayarkan oleh importir tidak dapat menjadi pengurang PPh Badan yang terutang atau kewajiban pajak lainnya. Namun dapat diakui sebagai biaya imor dalam perhitungan komponen Harga Pokok Pembelian (HPP) bagi importir.

Terakhir, perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak dalam rangka impor dilakukan dengan sistem self assessment. Penerimaan negara melalui pungutan BM menjadi penerimaan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penerimaan negara melalui PPh Impor menjadi bagian dari penerimaan pajak yang di kelola Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penerimaan negara melaui PPh Impor menjadi bagian penerimaan pajak yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only