Pengusaha Minta Tambahan Insentif Fiskal

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan kebijakan moneter yang cenderung ketat atau hawkish tahun depan. Oleh karena itu, suku bunga acuan berpotensi akan naik pada tahun depan sehingga mengerek suku bunga pinjaman di perbankan.

Kebijakan moneter ketat dilakukan BI sebagai langkah antisipasi The Fed yang diperkirakan masih melanjutkan normalisasi bunga acuan yang saat ini 2,5% menjadi 3,5%. BI akan mengikuti tren kenaikan suku bunga acuan. Dengan kondisi itu, pengusaha minta pemerintah, melalui kebijakan fiskalnya, menciptakan iklim kondusif bagi dunia usaha.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, dalam kondisi ekonomi penuh tekanan, pemerintah harus membuat kebijakan yang mendukung dunia usaha. Kebijakan kondusif khususnya untuk kebijakan perpajakan, yang sangat sensitif bagi pengusaha.

“Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani) sedang membangun reformasi perpajakan, ini perlu didukung, tapi saya menanti kelanjutan dari tax amnesty,” jelas Rosan dalam seminar kebijakan fiskal dan moneter yang diikuti oleh pengusaha, Jumat (14/9).

Menurut Rosan, kebijakan amnesti pajak sudah berjalan baik. Hanya saja, kebijakan itu harus diikuti dengan kebijakan lain karena merupakan kebijakan dasar perpajakan. “Kemarin ada soal restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kami nantikan kebijakan yang berkelanjutan dan bisa menciptakan ekonomi adil dan makmur,” ucapnya.

Ketua Bidang Perpajakan Apindo Siddhi Widya Pratama menambahkan, pemerintah harus banyak memberi insentif bagi dunia usaha agar ekonomi tak tertekan dengan kebijakan moneter ketat. “Bisa tambahan insentif PPh bagi pengusaha yang melakukan ekspor. Layanan perizinan dan kepabeanan juga perlu ditingkatkan,” ujar Siddhi kepada KONTAN, Sabtu (15/9).

Pemerintah juga perlu menunda sementara megaproyek infrastruktur sehingga di kala tekanan eksternal meningkat dan efek kebijakan moneter ketat, pengeluaran dalam negeri bisa diatur kembali. Sebab, bila pengeluaran terus naik, penerimaan negara juga harus terus naik. Hal itu akan membuat tekanan perpajakan ke pengusaha meningkat.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani bilang, insentif fiskal yang ada sebenarnya sudah cukup baik mendukung pertumbuhan ekonomi tahun depan, tetapi tarif PPh Badan masih besar yakni 30%. “Kalau bisa turunkan tarif,” katanya.

Ekonom sekaligus Project Consultant ADB Institute Eric Sugandi berpendapat, dalam era moneter ketaat, BI bisa menggunakan kebijakan lain seperti melonggarkan rasio loan to value (LTV), giro wajib minimum (GWM), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Pemerintah bisa mendukung dengan menambah subsidi KUR,” ujar Eric.

 

Sumber : Kontan Harian

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only