JAKARTA – Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi pertaruhan Presiden Joko Widodo, sebelum periode 4 tahun pemerintahannya pada Oktober 2018. Itu sebabnya, sejumlah langkah dilakukan untuk menutup defisit keuangan program jaminan nasional yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Nasional (BPJS) Kesehatan itu.
Berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB), defisit yang harus ditanggung BPJS Kesehatan mencapai Rp 10,98 triliun hingga akhir 2018, sementara defisit versi hitungan BPJS Kesehatan mencapai Rp 11 triliun.
Satu opsi yang siap adalah memotong jatah pajak rokok yang selama ini dinikmati pemerintah daerah (pemda). Sebagian pajak rokok yang masuk ke pemda akan dialihkan ke BPJS Kesehatan.
Dasar penyelamatan defisit ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) baru yang merevisi Perpres No 12 / 2013 tentang JKN. Beleid itu sudah diteken Presiden Joko Widodo. “Saat ini ada Hak Azasi Manusia,” kata Johan Budi, Jurubicara Presiden Jokowi, Selasa (18/9).
Penggunaan pajak rokok untuk menutup defisit BPJS Kesehatan akan tertuang dalam Pasal 99 ayat 6. Pasal itu menyebut, dukungan BPJS Kesehatan dilaksanakan melalui kontribusi dari pajak rokok bagian daerah. Pasal 100 ayat 1 menyebutkan, besaran kontribusi pajak rokok untuk BPJS Kesehatan ditetapkan sebesar 75% dari 50% penerimaan pajak rokok masing-masing daerah.
Ini sesuai UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. UU itu menyebutkan, minimal setengah pajak rokok digunakan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
Selama ini, besaran pajak rokok adalah 10% dari cukai rokok atau sekitar Rp 14 triliun per tahun. Dari setengah duit pajak rokok untuk kesehatan itu, 75% atau sekitar Rp 5 triliun untuk pendanaan defisit JKN. Sisanya atau 25% untuk promosi kesehatan dan menyediakan sarana prasarana kesehatan.
Dana itu akan langsung dipotong dan masuk ke rekening BPJS Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut soal kontribusi da mekanism pemotongan akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, alokasi dana rokok untuk kesehatan lumrah dilakukan negara lain. “Thailand dan Filipina melakukan. Malah pajak alkohol juga untuk kesehatan,” katanya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, dana pajak rokok tak akan menyelesaikan defisit BPJS Kesehatan. Pangkal masalah adalah iuran yang harus naik. Apalagi kebijakan ii juga rentan penolakan daerah.
Sumber: Kontan
Leave a Reply