Jakarta — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan kesadaran dari pengusaha di sektor perikanan dalam membayar pajaksampai saat ini masih rendah. Hal tersebut tercermin dari data Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dari data tersebut diketahui, rasio jumlah pajak dibandingkan dengan nilai pendapatan sektor perikanan (tax ratio) masih di bawah satu persen. Rasio tersebut jauh di bawah rata-rata rasio pajak nasional yang sudah mencapai 11 persen.
Rasio tersebut kata Susi berbanding dengan neraca perdagangan sektor perikanan. Data yang dimilikinya, neraca perdagangan sektor perikanan saat ini mencatat surplus.
Untuk sepanjang semester I 2018 misalnya, surplus mencapai US$2,06 miliar. Sepanjang periode yang sama, ekspor perikanan juga terbilang berhasil mencapai 510,05 ribu ton, naik 7,21 persen dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 475,74 ribu ton.
Secara nominal, ekspor Indonesia mencapai US$2,27 miliar atau tumbuh 12,88 persen. “Terus terang kami malu. Sudah berprestasi seperti itu, ternyata postur pajak sektor perikanan masih di bawah satu persen,” katanya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat (21/9).
Selain dari ukuran rasio pajak, Susi mengatakan rendahnya kepatuhan pengusaha perikanan juga terlihat dari hasil analisis DJP. Menurutnya, DJP pada periode 2013-2016 telah menganalisis potensi pajak atas penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak dengan penghasilan yang belum dilaporkan pada 11 sampel pemilik kapal cantrang di Tegal.
Hasilnya, dalam periode tersebut terdapat perkiraan potensi Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp20,58 miliar atas penghasilan belum dilaporkan dalam PPh. Selain itu, analisis dari 36 kapal yang dimiliki 11 juragan terdata atau terverifikasi hanya satu kapal yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Atas kapal yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tersebut terdapat perkiraan potensi pajak Rp15,1 miliar. “Bayangkan kalau cantrang di Jawa itu ada 1.600 cantrang,” ujarnya.
Susi menyebutkan selain masalah tersebut pihaknya juga menemukan banyak pemilik kapal yang tidak menyampaikan Laporan Hasil Usaha (LHU) atau Laporakan Hasil Kegiatan Penangkapan dengan jujur atau bahkan ada yang tidak menyampaikan sama sekali.
Sebagai contoh, kapal dengan alat tangkap pukat cincin ukuran 70 GT hingga 120 GT atau 120 GT ke atas minimal hasil tangkapnya bisa mencapai 600 ton sampai 1.000 ton. Namun, ada yang melaporkan hanya puluhan ton.
Kementeriannya telah meminta pemilik kapal memperbaiki laporan. Setelah diperbaiki, data tangkapan naik tajam menjadi ratusan ton. “Banyak yang membuat laporan itu bodong,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Intelijen Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Peni Harjanto mengungkapkan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan KKP untuk meningkatkan kepatuhan pajak di sektor perikanan.
Leave a Reply