JAKARTA – Pemerintah segera merumuskan ulang kebijakan insentif pajak dalam rangka mendorong investasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga sebagai respons kenaikan suku bunga Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,75%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Naution mengatakan, langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi ke depannya. Meski begitu, langkah tersebut memang diperlukan untuk meredam pelemahan nilai tukar Rupiah.
“Itu ditempuh karena memang The Fed juga menaikkan bunganya. Kalau tidak, ya kita akan tertekan lagi. Kalau stabilitasnya terancam, maka stabilitasnya dulu yang harus diurusin,” ujarnya di Jakarta.
Darmin juga memahami alasan bank sentral menyesuaikan suku bunga acuan karena saat ini merupakan era rezim suku bunga tinggi.
Kenaikan suku bunga juga akan memengaruhi lending rate, meskipun tidak secara langsung. “Kenaikan tingkat bunga, walaupun tidak otomatis 1 banding 1 menaikkan lending rate, pasti akan ada pengaruhnya. Artinya, kita sedang masuk dalam situasi tingkat bunganya sedikit lebih tinggi,” ungkap mantan Gubernur BI itu.
Meski begitu, lanjut Darmin, pemerintah akan berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi ataupun kebijakan fiskal yang memungkinkan mendorong pertumbuhan.
“Selain merumuskan kebijakan, kami sedang merumuskan ulang mengenai insentif pajak. Kelihatannya perlu untuk investasi. Kapan selesainya? Perlu waktu, mungkin seminggu dua minggu,” tuturnya.
Darmin mengungkapkan, tax holiday termasuk ke dalam in sentif yang akan didorong. Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan kebijakan lain untuk mendukung hal tersebut. “Ada kebijakan lain, saya belum waktunya cerita,” imbuhnya.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 26-27 September 2018 memutuskan kenaik an suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate untuk kelima kalinya pada 2018 ini sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%.
Langkah pengetatan ini dilakukan satu hari setelah kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve, Bank Sentral AS, pada Rabu (26/9) waktu AS. Dengan kenaikan suku bunga acuan, suku bunga penyimpanan dana perbankan di BI (deposit facility) juga naik 25 bps menjadi 5%, dan suku bunga penyediaan likuiditas dari BI ke perbankan (lending facility) naik 25 bps menjadi 6,5%.
Kecenderungan untuk memperketat kebijakan moneter diperlukan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan yang pada kuartal II/2018 mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan BI dilakukan untuk menjaga disparitas suku bunga dengan negara lain sehingga dapat meningkatkan daya tarik instrumen keuangan domestik dan mampu menyerap portofolio asing.
Kenaikan suku bunga BI 7DRR tersebut juga didukung oleh kebijakan untuk mem berlakukan transaksi domestic nondeliverable forward (DNDF) dalam mempercepat pendalaman pasar valuta asing serta memberikan alternatif instrumen lindung nilai bagi bank dan korporasi.
Ekonom Bank BCA David Sumual mengatakan, dengan BI menaikkan suku bunga menjadi 5,75%, maka likuiditas cenderung akan lebih ketat ke depan. “Kemungkinan bank mulai menaikkan suku bunga simpan an dulu. Ada yang sudah menaikkan sesuai dengan kenaikan BI rate, ada yang lebih rendah, ada juga yang lebih tinggi suku bunga pinjamannya,” ujarnya.
Menurut David, bank tidak bisa terlalu cepat menaikkan suku bunga karena khawatir akan berpengaruh pada kemampuan nasabah dalam membayar cicilan. “Ini justru karena dampak likuiditas. Kemampuan nasabah dalam membayar cicilan juga diperhatikan dari perbankan,” tuturnya.
Sumber okezone.com
Leave a Reply