Menperin Optimistis Pertumbuhan Manufaktur 2019 Capai 5%

JAKARTA – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis pertumbuhan industri manufaktur dapat mencapai 5 persen pada tahun 2019. Hal itu bisa dicapai jika insentif fiskal diterapkan dan dimanfaatkan oleh pelaku industri dalam negeri.

“Sektor unggulan yang akan menopang pertumbuhan manufaktur pada tahun depan, antara lain industri makanan dan minuman, kimia, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta kosmetika,” ujar Airlangga di Jakarta, Minggu, 30 September 2018.

Dia mengatakan,‎ pemerintah terus berupaya memformulasikan skema insentif fiskal yang lebih menarik sesuai kebutuhan pelaku usaha saat ini. Fasilitas perpajakan dinilai mampu meningkatkan investasi sekaligus memacu pertumbuhan di sektor industri manufakur.

Menurut Airlangga, ‎saat ini pelaku industri nasional tengah bergairah untuk melakukan ekspansi. Hal itu tak lepas dari kebijakan pemerintah yang pro pengusaha. “Beberapa insentif yang tengah ditunggu para pengusaha, antara lain adalah  super deductible tax dan aturan terkait pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM),” ujar dia.

Airlangga mengatakan, ‎insentif super deductible tax akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) untuk menghasilkan inovasi. Kementerian Perindustrian telah mengusulkan skema super deductible tax kepada Kementerian Keuangan.

Dalam skema tersebut, pemerintah akan memberikan pengurangan pajak sebesar 200 persen bagi industri yang melakukan pelatihan dan pendidikan vokasi. Sementara industri yang melakukan kegiatan litbang atau inovasi mendapat pemotongan pajak sebesar 300 persen.

Kementrian Perindustrian juga telah mengusulkan harmonisasi skema PPnBM untuk mobil sedan dan kendaraan listrik, dengan menurunkan sampai menghapuskan tarifnya. Upaya ini dilakukan untuk mendongkrak produktivitas industri otomotif nasional sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.

Dalam skema baru ini, perhitungan PPnBM tidak lagi berbasis tipe kendaraan, ukuran mesin, dan peranti penggerak. Pajak akan diperhitungkan berdasarkan hasil pengujian emisi karbondioksida (CO2) dan volume silinder (ukuran mesin).

Batas emisi terendah, yakni 150 gram per kilometer dan tertinggi 250 gram per kilometer. Adapun PPnBM yang berlaku 0-50 persen.

Semakin rendah emisi dan volume mesinnya, pajak yang dibayarkan semakin murah. Pemerintah juga akan memberikan perlakuan khusus berupa pajak yang lebih rendah untuk kendaraan komersial serta kendaraan yang masuk program emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV), dan kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2). PPnBM yang berlaku sebesar 0-30 persen.

Di samping itu, Airlangga menyampaikan, pemerintah akan mengeluarkan skema mini tax holiday bagi investor dengan nilai investasi di bawah Rp500 miliar. Dalam aturan itu, rencananya investor diberikan diskon pajak penghasilan (PPh) sebesar 60 persen.

Dia menambahkan, pertumbuhan manufaktur berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Selama ini industri manufaktur berperan penting menjadi tulang punggung perekonomian nasional, karena memberi efek yang luas bagi peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja, penambahan pajak dan cukai, serta penerimaan devisa dari ekspor,” ujar dia.‎***

Sumber: pikiran-rakyat.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only