Dirjen Pajak Kaji Keringanan Angsuran PPh di Daerah Bencana

Jakarta — Pemerintah mempertimbangkan keringanan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 bagi Wajib Pajak (WP) yang terkena dampak dari gempa Lombok dan gempa Palu. Ini lantaran aktivitas ekonomi daerah bencana pasti lumpuh, sehingga dunia usaha belum membukukan laba setelah terpapar bencana alam.

PPh pasal 25 merupakan pembayaran PPh terutang pada tahun ini yang dibayar dengan cara mengangsur setiap bulan pada tahun berikutnya. Dengan demikian, WP yang berada di Lombok dan Palu bisa dibebaskan kewajiban mengangsur PPh terutang pada tahun depan.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Arif Yanuar mengatakan kebijakan ini masih dibahas di internal DJP. Kebijakan ini sebenarnya lumrah, mengingat DJP punya wewenang untuk mengurangi beban pajak bagi WP yang terdampak bencana.

“Jadi kami memberikan keringanan secara otomatis untuk wilayah yang terkena gempa,” jelas Arif, Rabu (3/10).

Tak hanya PPh pasal 25, Arif menuturkan Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat memberi keringanan pembayaran secara otomatis kepada WP yang terdampak gempa. Meski di ketentuan saat ini, WP harus memohon dulu kepada DJP agar mendapat keringanan pajak jika terjadi perubahan situasi di dalam kegiatan usaha.

“Ini juga sedang menjadi bahan diskusi kami, sehingga WP yang berada di lokasi bisa menjalankan usahanya dulu seperti saat-saat sebelum bencana,” ujar dia.

Meski dua wacana itu masih menjadi bahasan internal, DJP memastikan WP di Palu akan mendapatkan keringanan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa. Menurut Arif, keringanan ini akan serupa dengan keringanan pajak di gempa Lombok yang diatur ke dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-209/PJ/2018 .

Pertama, pemerintah tidak akan mengenakan sanksi administrasi bagi WP yang terlambat melaporkan SPT Masa untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) antara Agustus hingga Desember 2018. Hal serupa juga akan diberikan kepada WP yang tidak melaporkan SPT Masa untuk PPh antara September hingga Desember 2018.

Arif mengatakan kelonggaran untuk PPN lebih lama ketimbang PPh, lantaran PPN terutang di bulan Agustus seharusnya ditagih di akhir September. Gempa Donggala dan tsunami Palu terjadi pada 28 September 2018, sehingga WP tentu tidak bisa membayar PPN untuk bulan Agustus.

Nantinya, WP diberikan waktu sampai 31 Maret 2019 untuk membayar dan melaporkan SPT Masa bagi segala jenis pajak yang terutang di akhir tahun 2018. Selain itu, jika Kantor Wilayah Pajak bersangkutan sudah menerbitkan Surat Tagihan Pajak, maka nanti keringanan pelaporan SPT tetap akan dilakukan secara sistem.

Terakhir, pemerintah juga memberikan kesempatan bagi WP untuk mengajukan keberatan pengurangan sanksi hingga 28 Februari 2019 mendatang. “Keputusan Dirjen ini sudah terbit dan mudah-mudahan besok bisa di-launching,” pungkas dia.

Sumber : cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only