Reformasi Sistem Perpajakan Mendesak

JAKARTA, KOMPAS – Reformasi perpajakan dan penanganan persoalan hukum terkait pajak mendesak dilakukan. Pengelolaan pajak yang cenderung tertutup dan sulit diakses publik memunculkan celah bagi para pegawai pajak memanfaatkan keadaan untuk mengambil untung dari para wajib pajak, terutama yang sedang dililit masalah.

Pada Rabu (3/10/2018), Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Kepala Kantor Pajak KPP Pratama Ambon La Masikamba, pemeriksa pajak KPP Pratama Ambon Sulimin Ratmin, dan pengusaha Anthony Liando selaku wajib pajak. La Masikamba bersepakat dengan Anthony untuk mengurangi besaran pajak yang mesti dibayarkan.

“Berawal dari surat KPP Pusat agar dilakukan pemeriksaan khusus terhadap 13 Wajib Pajak di wilayah Ambon karena indikasi mencurigakan. Salah satunya WP perorangan atas nama AL. Dari perhitungan wajib pajak perorangan AL berkisar antara Rp 1,7 miliar-Rp 2,4 miliar. Lalu LMB memerintahkan SR melakukan pemeriksaan. Selanjutnya bernegosiasi dengan AL hingga disepakati kewajibannya menjadi Rp 1,037 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (4/10).

Atas kesepakatan tersebut, Anthony memberikan uang sebesar Rp 320 juta secara bertahap untuk La Masikamba dan anak buahnya. Namun selain komitmen imbalan tersebut, La Masikamba diduga juga pernah menerima dari Anthony sebesar Rp 550 juta pada Agustus 2018 yang berada di sebuah rekening yang dipegang LMB tapi atas nama orang lain.

“Jadi, ada buku tabungan yang ditemukan atas nama orang lain tapi semua dipegang LMB, kartu ATM-nya juga dipegang LMB,” ujar Laode.

Untuk itu, KPK mengusulkan pada Kementerian Keuangan untuk segera membenahi sistem peradilan perpajakan. Aparat Penegak Hukum lain sulit menangani perkara perpajakan karena penanganannya selalu dilakukan tim internal. Penanganan peradilannya pun berbeda dan tertutup. Proses lainnya juga tidak akuntabel sehingga masyarakat sendiri kewalahan memantau.

Kejadian ini pernah terjadi sebelumnya. Pada 2017, pejabat Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno melakukan tindakan serupa kepada Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia Rajamohanan Ramapanicker. Atas bantuannya, Handang disebut menerima suap hingga Rp 6 miliar dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.

Sebelumnya, mafia pajak juga terungkap saat Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika diketahui memiliki harta yang berlimpah yang tidak setara dengan penghasilan dari pekerjaannya. Belakangan, diketahui uang yang diperolehnya berasal dari persoalan pajak yang ditanganinya.

Dibebastugaskan

Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan yang hadir dalam jumpa pers mengaku kecewa dengan peristiwa ini. Status La Masikamba pun telah dibebastugaskan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.

“Jika sudah inkracht, baru akan kami pecat. Ke depan, Ditjen Pajak akan terus perbaiki tata kelola sehingga pelaksanaan tugas di berbagai titik bisa teratasi dengan baik,” kata Robert.

Robert juga mengakui upaya pemeriksaan wajib pajak seperti yang terjadi di Ambon ini, rawan terjadi suap. Oleh karena itu, kami akan terus perbaiki sehingga nantinya bisa terpantau sehingga nantinya isu itu bisa terpetakan dari waktu ke waktu sehingga bisa lebih mudah untuk mengawasinya,” tutur Robert.

Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati pun sepakat reformasi di bidang perpajakan perlu segera dilakukan. Menurut Sumiyati, reformasi ini harus segera untuk mejaga citra perpajakan di mata masyarakat. Sebab, selama ini stigma yang muncul bisa berakibat tidak baik dan berpotensi juga pada kepatuhan wajib pajak serta menganggu iklim investasi.

Sumber: Ortax

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only