Diskon Pajak DHE Diperpanjang – Tarik Minat Eksportir

Jakarta – Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, diskon pajak untuk deposito Devisa yang berasal dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang bisa diperpanjang (rollover), diharapkan dapat menarik minat eksportir menempatkan dananya di deposito tersebut. Menurut Robert, salah satu keluhan eksportir tidak menempatkan dananya di deposito berjangka waktu setahun karena tidak mau berjudi apabila sewaktu-waktu memerlukan dana likuid baik untuk kebutuhan modal ataupun operasional kegiatan ekspornya, sehingga cenderung menempatkan dananya di deposito tenor tiga bulan.

“Sekarang kita katakan, DHE datang tenor berapa pun itu boleh dapat fasilitas sesuai tarif tadi, kalau diperpanjang atau “rollover”, otomatis dapat tetap,” ujar Robert, seperti dilansir Antara, kemarin. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 26/PMK.010/2016 disebutkan, apabila DHE disimpan dalam dolar AS di perbankan dalam negeri selama satu bulan, maka PPh atas bunga deposito tersebut dikenakan sebesar 10 persen. Apabila disimpan dalam deposito tenor tiga bulan dan enam bulan, pajak yang dikenakan masing-masing adalah 7,5 persen dan 2,5 persen.

Sedangkan untuk DHE yang ditaruh dalam perbankan dalam negeri di atas enam bulan, tidak dikenakan pajak. Sementara itu, apabila DHE disimpan dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu satu bulan dan tiga bulan, PPh yang dikenakan masing masing 7,5 persen dan 5 persen. Sedangkan, untuk tenor enam bulan atau lebih, pajaknya dibebaskan. “Kan orang itu belum tahu, siapa tahu dia butuh. Dia gak berani nyimpan dalam tenor setahun atau tenor enam bulan, siapa tahu dia butuh beli inventori. Jadi beraninya tiga bulan. Tapi, dia perpanjang lagi kalau eh ternyata masih ada uang gitu, itu bagus lah kalau perpanjangan. Karena intinya kan hasil ekspor kalau disimpan, belum dipakai, itu dikasih fasilitas,” ujar Robert.

Terkait dengan dana deposito DHE sendiri, lanjut Robert, Ditjen Pajak bekerja sama dengan perbankan domestik untuk menelusuri dan membuktikan apakah deposito tersebut berasal dari DHE atau tidak. “Kita bekerja sama banknya saja. Misalnya ditaruh di Bank Mandiri, nanti Mandiri menguji, kalau dia jual ke China ya datang dari China uangnya, kan dia bisa ngikutin. Kami percaya saja banknya yang menelusuri,” kata Robert.

Denda DHE

Disisi lain, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2018, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas (DPLF) Bank Indonesia (BI) mencatat Aset Dalam Penyelesaian (ADP) berdasarkan perincian per pembayaran, namun pengefektifan ADP dilakukan secara batch dan penatausahaan ADP pada Kantor Perwakilan (KPw) belum dilaksanakan secara tertib dan akurat.

Hal ini mengakibatkan antara lain, pengenaan denda tahun 2017 atas DHE sebesar Rp 6,77 miliar dan LTDBB sebesar Rp 37,30 juta, serta tagihan denda sebelum tahun 2017 belum diakui dan dicatat sebagai pendapatan dan piutang. Selain itu, saldo rekening ADP pada pos Aset Tetap dan Lainnya di LKTBI Tahun 2017 (unaudited) belum disajikan dengan akurat. “Permasalahan ini disebabkan BI tidak tegas memberlakukan pengenaan sanksi sesuai dengan surat sanksi yang telah diterbitkan, dan DPLF dan KPw menatausahakan ADP secara manual dan belum dilaksanakan dengan tertib dan akurat,” tulis laporan tersebut.

Selain itu, Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL), Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP), Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK) dan KPw BI tidak menatausahakan seluruh tagihan sanksi denda DHE dan kewajiban membayar LTDBB dengan tertib. BPK juga menilai pengendalian atas pengelolaan rekening dalam aplikasi Bank Indonesia Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting (BI-SOSA) lemah, di antaranya BI belum menyelesaikan rekening antara yang masih memiliki saldo per 31 Desember dan terdapat rekening tidak aktif yang tidak dikelola sesuai dengan Pedoman Pengelolaan Rekening di BI.

Hal tersebut mengakibatkan antara lain, seluruh tagihan BI atas sanksi denda DHE dan LTDBB sebelum tahun 2017 yang belum dilunasi tidak dapat diketahui dan rekening yang disajikan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Permasalahan itu disebabkan antara lain BI tidak tegas memberlakukan pengenaan sanksi sesuai dengan surat sanksi yang telah diterbitkan, dan pemilik, penatausaha dan pemelihara rekening tidak tertib dalam memantau dan menatausahakan rekening.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only