Jakarta, CNN Indonesia — Krisis ekonomi yang kini melilit sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki membuat investor was-was terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Tak heran, rupiah sempat terseret hingga nyaris menyentuh level Rp15 ribu per dolar AS, dengan pelemahan mencapai 10 persen di sepanjang tahun ini.
Banyak yang kemudian membandingkan kondisi saat ini dengan krisis
keuangan Asia 1998 silam yang menyeret Indonesia tak hanya pada krisis
ekonomi, tetapi juga sosial dan politik.
Dalam kondisi ekonomi
global yang kian tak pasti, investor tentu kian sensitif mengambil
keputusan. Pandangan ekonomi lembaga internasional, terutama IMF dan
Bank Dunia pun kian penting bagi Indonesia.
Mengapa demikian?
Ekonom BCA David Sumual menjelaskan IMF dan World Bank merupakan dua lembaga internasional yang anggotanya terdiri dari hampir seluruh negara di dunia. Kebanyakan investor yang berada di negara anggota tersebut turut mengandalkan pandangan kedua lembaga itu dalam membuat keputusan investasi.
“IMF dan World Bank setiap tahun memberikan pandangannya terhadap ekonomi kita dan investor melihat itu, baik investor fisik maupun portofolio,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/10).
Kedua lembaga tersebut, menurut dia, selama ini cukup adil dalam menyajikan pandangannya terhadap ekonomi Indonesia. Mereka juga rajin memberikan saran bagi pemerintah yang dinilai cukup sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia.
“IMF melakukan assessment terhadap perekonomian Indonesia setiap dua kali setahun. World Bank lebih banyak terlibat dalam isu kemiskinan dan pembangunan,” terang dia.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan dua kali
dalam setahun, IMF menyambangi lembaganya guna memastikan akurasi data,
terutama terkait pertumbuhan ekonomi. Beruntung, data yang disajikan BPS
selama ini dinilai akurat oleh lembaga tersebut.
Bagaimana pandangan kedua lembaga ini terhadap ekonomi Indonesia?
Dalam
laporan teranyar yang dipublikasikan World Bank, ekonomi Indonesia
dinilai terus melanjutkan tren positif di tengah ketidakpastian global.
Kondisi perekonomian Indonesia bahkan dipandang jauh dari krisis.
World
Bank juga memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid dalam
beberapa tahun terakhir telah membuat angka kemiskinan berhasil ditekan
dari 19,1 persen menjadi 9,9 persen. Lembaga tersebut memproyeksi
pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini bakal berkisar 5,2
persen dan akan meningkat pada 2019 menjadi 5,3 persen.
“Permintaan domestik diekspektasikan masih akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tulis laporan tersebut.
Kendati
menilai ekonomi Indonesia cukup kuat, World Bank mengingatkan sektor
keuangan Indonesia yang dangkal, ekspor yang rendah, dan investasi
langsung masih bakal mendapat tekanan dari arus modal asing keluar yang
kemungkinan masih akan berlangsung.
Tekanan global juga
diperkirakan masih berpeluang menimbulkan risiko pada pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang lebih rendah. Normalisasi kebijakan moneter AS
yang masih akan berlanjut dan tekanan gejolak negara berkembang, seperti
Turki dan Argentina masih mungkin mendorong arus modal asing keluar
dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meningkatnya
proteksionisme yang dilakukan sejumlah negara juga dinilai berisiko kuat
menganggu ekonomi Indonesia secara langsung dari sisi ekspor atau
secara tak langsung melalui perlambatan pertumbuhan ekonomi regional.
Meski ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi, World Bank menegaskan risiko krisis keuangan untuk Indonesia saat ini terbilang kecil. Kondisi ekonomi Indonesia saat ini dinilai jauh lebih baik dari periode pertama kali Amerika Serikat mengumumkan akhir dari pelonggaran moneter dan rencana kenaikan bunga (taper tantrum) pada 2013 dan krisis keuangan Asia pada 1998.
Sementara itu, dalam laporan terakhir yang dipublikasikan IMF terkait perekonomian Indonesia pada Februari lalu, lembaga internasional ini juga menilai positif kondisi ekonomi Indonesia. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini ada di kisaran 5,3 persen dan dapat meningkat di kisaran 5,6 persen dalam jangka menengah.
Permintaan domestik disebut masih akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Sementara inflasi, diperkirakan terkendali sesuai kisaran target dan defisit transaksi berjalan akan semakin menurun.
Laporan IMF juga mengungkapkan hasil uji ketahanan yang menunjukkan perbankan di Indonesia secara umum tahan terhadap guncangan eksternal yang parah. Kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan saat krisis keuangan 1998 maupun 2008.
Sistem perbankan saat ini memiliki permodalan yang tinggi, likuiditas yang cukup, dan profitabilitas yang kuat. Perbankan Indonesia di Tanah Air juga telah memperbaiki kondisi neraca mereka kendati rasio kredit bermasalah terus menunjukkan peningkatan.
Saat berkunjung ke Indonesia pada Februari
lalu, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde bahkan memuji kinerja
perekonomian Indonesia. Ia menyebut bahwa ekonomi Indonesia tangguh
serta memiliki prospek yang baik di tahun-tahun mendatang.
“Perekonomian Indonesia telah terbukti tangguh dengan performa yang baik dan prospek yang menguntungkan,” kata Lagarde.
Kendati
demikian, dalam laporannya, IMF juga menilai ada risiko perlambatan
ekonomi seiring tekanan global akibat ketidakpastian kebijakan ekonomi
AS dan pertumbuhan ekonomi China yang lebih rendah.
Selain
itu, ada pula risiko dari dalam negeri, yakni pendapatan pajak yang
lebih rendah, kebutuhan pembiayaan fiskal yang lebih besar seiring
kenaikan suku bunga, tensi politik menjelang pemilihan presiden 2019,
serta bencana alam. (bir)
Sumber: CNN Indonesia
Leave a Reply