Bea Masuk Impor Produk Digital 0%, Untuk Apa?

Jakarta – Sudah umum diketahui bahwa Bea Cukai, sebagai instansi pemerintah yang bertugas menjaga perbatasan negara dari masuknya barang terlarang, memungut bea masuk atas setiap impor barang yang masuk ke dalam wilayah pabean Indonesia baik melalui perbatasan darat, pelabuhan laut, maupun pelabuhan udara. Tapi, belum banyak masyarakat maupun dunia usaha yang tahu bahwa sejak 15 Februari 2018, Kementerian Keuangan, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.010/2018 telah meregulasi agar Bea Cukai memungut bea masuk atas importasi produk digital.

Produk digital umum didefinisikan sebagai produk dengan wujud bukan fisik yang diperjualbelikan secara daring dan didistribusikan melalui transmisi elektronik. Kalau barangnya saja tidak berwujud, lantas untuk apa dan bagaimana bea cukai mengenakan bea masuk atas impor barang digital tersebut?

Perlu terlebih dahulu kita pahami bahwa bea masuk ini dikenakan hanya untuk barang digital yang diimpor oleh perusahaan, bukan perseorangan, dan tarifnya pun hanya 0%. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pengenaan ini bukan bertujuan mengoptimalkan penerimaan negara. Lalu, kalau bukan untuk mendapatkan penerimaan negara, untuk apa Bea Cukai memungut bea masuk atas importasi produk digital tersebut?

Alasan Regulasi

Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan mengapa transaksi barang digital perlu diregulasi. Pertama, statistik transaksi barang digital di Indonesia belum tercatat dengan baik. Diharapkan bahwa kebijakan mengenakan bea masuk dan mewajibkan pengusaha untuk melaporkan transaksi barang digital dapat mendorong terciptanya statistik perdagangan, terutama yang melibatkan transaksi barang digital, yang lebih akurat dan bermanfaat dalam pembuatan kebijakan pemerintah.

Kedua, transaksi barang digital membawa resiko sehingga perlu diawasi. Teknologi 3D printing yang belakangan menjadi semakin populer dan affordable bagi masyarakat memungkinkan penggunanya untuk memproduksi barang yang berpotensi berbahaya bagi keamanan masyarakat seperti senjata api dan senjata peledak hanya dengan bermodalkan cetak biru yang ditransmisikan secara digital, oleh karena itu peredarannya perlu diawasi oleh lembaga penegak hukum.

Ketiga, pengenaan bea masuk diharapkan memberikan level playing field antara produk digital dan produk fisik. Film, video games, dan lagu yang diimpor bersama media pemuatnya (CD, DVD, kaset) dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Oleh karena itu versi digital dari produk tersebut juga seharusnya dikenakan kewajiban yang sama supaya tidak menimbulkan ketidakadilan perlakuan.

Tidak Membebani

Menilik alasan-alasan tersebut, bisa kita lihat bahwa kebijakan pengenaan bea masuk ini seharusnya tidak membebani secara finansial perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya di Indonesia. Tapi, peraturan ini masih baru dan pemahaman masyarakat maupun dunia usaha terhadap peraturan tersebut masih sangat rendah.

Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban Bea Cukai untuk melakukan sosialisasi yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat guna menghindari ketidakpastian di kalangan dunia usaha di Indonesia. Apabila dunia usaha sudah memahami peraturan ini, diharapkan tingkat kepatuhan perusahaan pun turut meningkat sehingga tujuan pengenaan bea masuk ini dapat tercapai.

Saat ini Bea Cukai sedang menggodok teknis pembebanan bea masuk atas produk digital tersebut. Sebagai trade facilitator, tentu Bea Cukai perlu memikirkan cara agar perusahaan nantinya tidak terbebani secara administratif. Mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan dokumen Pemberitahuan Impor Barang beserta dokumen pelengkapnya seperti halnya diwajibkan atas importasi barang konvensional, tentu tidak akan pernah berhasil dan hanya akan menambah beban kerja perusahaan.

Bahkan, menyederhanakan bentuk dan jumlah dokumen pun masih dapat dianggap sebagai hambatan bagi perusahaan tersebut dalam menjalankan usaha mereka. Perlu dipikirkan cara agar proses pengenaan bea masuk tersebut dapat berjalan secara seamless dan tidak menyulitkan perusahaan secara administrasi, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat patuh terhadap kebijakan secara sukarela.

Meskipun tidak membebani perusahaan secara finansial, pengenaan bea masuk atas produk digital yang diimpor oleh perusahaan berpotensi membebani secara administratif apabila kebijakan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik dan mekanisme pemberitahuan impor yang digunakan bertele-tele. Tentunya Bea Cukai tidak ingin kebijakan ini berbalik menjadi bumerang yang membuat investor baru mengurungkan niatnya berinvestasi di Indonesia. Jangan sampai investor yang sudah ada di Indonesia beralih ke negara lain yang lebih ramah bagi mereka. Hal ini pada akhirnya malah dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Oleh sebab itu, selain dengan terus menerus melakukan diseminasi informasi terkait implementasi pengenaan bea masuk atas produk digital ini, Bea Cukai perlu menanamkan pentingnya dukungan dan peran perusahaan dalam menyukseskan kebijakan ini. Bea Cukai juga perlu melibatkan perusahaan-perusahaan yang dapat terkena dampak dari peraturan dimaksud melalui kegiatan seperti Focus Group Discussion atau public hearing pada saat penyusunan peraturan. Sinergi yang baik antara Bea Cukai dan perusahaan-perusahaan tentunya diharapkan dapat menjadi faktor penting yang mendukung suksesnya penerapan kebijakan ini.

Rio Tri Wibowo pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; tulisan ini pendapat pribadi dan tidak mewakili kebijakan instansi tempat penulis bekerja

Sumber: news.detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only