JAKARTA—Kondisi pasar saham sepanjang tahun depan masih cenderung bergerak konsolidatif dengan potensi penguatan yang relatif terbatas, meskipun seusai pemilu pasar akan sedikit terdongkrak karena berakhirnya ketidakpastian politik dalam negeri.
Reza Priyambada, Senior Analyst CSA Research Institute, mengatakan bahwa pola pergerakan IHSG pada tahun ini dan tahun lalu relatif hampir sama, yang mana kemungkinan akan kembali terjadi pada tahun depan.
Reza menilai, IHSG cenderung bergerak meningkat di periode awal tahun pascarilis laporan keuangan akhir tahun sebelumnya dan kuartal pertama. Umumnya, target akhir tahun mayoritas analis sudah tercapai di awal tahun dan setelahnya IHSG justru bergerak terbatas.
Menurutnya, pelaku pasar sudah mulai mengamati kencederungan ini sehingga umumnya IHSG akan lebih aktif di awal tahun depan, khususnya setelah pemilu berakhir. Namun, setelahnya IHSG akan terkoreksi lagi bila gejolak eksternal tidak kunjung mereda.
“Kalau China maupun Amerika tidak berubah sikap, kondisi seperti ini diperkirakan akan berlanjut, artinya siklus IHSG hanya kuat di semester awal lalu khawatir lagi setelahnya,” katanya, Minggu (14/10).
Reza menilai, dengan kondisi ketidakpastian eksternal yang masih akan berlanjut tahun depan, sulit untuk berharap IHSG akan tumbuh cukup agresif kendati sebenarnya kondisi ekonomi domestik tidak buruk.
Dirinya memperkirakan, IHSG akan cenderung bergerak konsolidatif di level yang tidak jauh berbeda dibandingkan posisi penutupan pada akhir tahun ini. Menurutnya, hingga akhir tahun ini IHSG akan tetap bergerak di rentang 5750 – 5950, yang mana selama ini lebih sering mendekati batas bawah.
Tahun depan, pasar akan dibayangi sentimen global baru yang mungkin ditimbulkan oleh Presiden Trump serta kelanjutan kebijakan normalisasi moneter The Fed. Artinya, rupiah masih akan tetap dalam bayang-bayang volatilitas dan arus modal keluar masih berpotensi berlanjut.
“Tetapi yang menarik tahun depan ini, politik bisa dijadikan ajang spekulasi, terutama terkait masa kampanye para calon presiden dan wakil presiden, khususnya untuk saham-saham individual yang terkait sama tokoh-tokoh yang terlibat, seperti saham Sandiga Uno atau Erik Tohir,” katanya.
Meskipun demikian, secara sektoral, Reza masih merekomendasikan saham-saham big cap dari sektor tambang, perbankan dan konsumer. Bila kondisi perang dagan mereda, pasar komoditas global akan semakin membaik dan meningkatkan kinerja emiten tambang batubara dan logam.
Pasar komoditas yang membaik akan menggairahkan kembali ekonomi dalam negeri dan mendorong sektor keuangan dan konsumsi.
Thendra Crisnanda, Head of Institutional Research MNC Sekuritas, mengatakan bahwa kendati masih akan dibayangi tingginya risiko eksternal, pihaknya yakin fundamental ekonomi domestik masih relatif solid ditopang oleh pertumbuhan konsumsi domestik.
MNC Sekuritas memperkirakan partumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 di kisaran 5,2% – 5,3%, diikuti dengan pertumbuhan laba per saham (EPS) korporasi rata-rata 10% yoy pada semester pertama atau lebih tinggi dari proyeksi EPS tahun ini 8,5% yoy.
MNC Sekuritas merekomendasikan sektor yang bersifat defensive seperti konsumsi dan infrastruktur seerta pertambangan logam.
Sedikitnya ada dua faktor yang akan menopang potensi pemulihan pasar di akhir tahun ini hingga semester pertama 2019. Pertama, mulai terbatasnya potensi peningkatan Fed Fund Rate menjadi sekitar 50 bps saja, dibandingkan tahun ini dan tahun lalu yang menyentuh 75 bps.
Kedua, moderasi perekonomian AS setelah ekspansi dalam beberapa tahun terakhir serta imbas negatif dari trade war, yang berpotensi mendorong pelemahan nilai tukar USD. Selain itu, memasuki tahun 2019, isu domestik kemungkinan akan lebih dominan di pasar.
Pemerintah akan mendorong konsumsi domestik sebagai pertahanan terakhir terhadap tingginya volatilitas global, sementara penopang GDP lain seperti ekspor, investasi dan belanja negara masih akan minor.
Daya beli masyarakat akan terjaga setidaknya karena adanya peningkatan anggara dana desa dari sekitar Rp60 triliun tahun ini menjadi Rp73 triliun tahun depan. Alokasi program perlindungan sosial juga meningkat dari RP287 triliun pada APBN 2018 menjadi Rp381 triliun dalam RAPBN 2019. Selain itu, anggaranpilpres Rp24,8 triliun juga akan berputar di masyarakat.
Selain itu, ada pula kebijakan fiskal yang akan mendorong ekonomi, seperti insentif pengurangan PPh dan tax holiday 20 hingga 20 tahun bagi sejumlah industri hulu, kebijakan penggunaan B20, kenaikan tariff PPh 1.147 barang impor dari ekitar 2,5% menjadi sekitar 10%.
Di sisi lain, dalam 3 pilpres sebelumnya, IHSG cenderung menunjukkan tren positif dalam 6 ulan sebelumnya, masing-masing +10,9% di tahun 2004, +47,08% di tahun 2009, dan +21,35% di tahun 2014. Namun, 6 bulan setelah pilpres trennya cenderung variatif tetapi tetap positif.
“Kami meyakini bahwa pergerakan IHSG masih berpotensi positif untuk 6 bulan menjelang Pilpres hingg semester I/2019, dengan asumsi bahwa pemerintah dapat menjaga stabilitas nilai tukar serta daya beli masyarakat,” katanya.
MNC Sekuritas memproyeksikan skenario dengan probabilitas bullish sebesar 60% dan bearish 40% hingga semester I/2019. Skenario bullish IHSG diproyeksikan akan mencapai 6.746, sedangkan bearish-nya pada 5.879.
“Kami merekomendarikan bargain hunting pada saham-saham bluechip di tengah pelemahan pada 9 bulan pertama 2018, serta buy on expectation hingga semester I/2019. Kami cenderung menilai terdapat pola sell on news di semester II/2019,” katanya.
Sumber: market.bisnis.com
Leave a Reply