Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengaku akan kehilangan penerimaan dari sektor properti jika rencana penghapusan pajak rumah mewah direalisasikan.
Pihak Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF), serta asosiasi pengembang properti tengah mengkaji rencana penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM) dan PPh 22.
“Dari sisi PPnBM, memang betul akan terjadi loss karena PPnBM ini sifatnya final, langsung menjadi penerimaan pajak,” kata Hestu saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Hestu bilang, penerimaan pajak dari setiap transaksi jual beli rumah mewah khususnya PPnBM menjadi insentif fiskal dalam rangka menggerakkan sektor properti.
“Dalam rangka menggerakkan sektor properti, kita coba berikan stimulus fiskal ini. Dampaknya sendiri tidak akan signifikan terhadap penerimaan pajak secara total,” jelas dia.
Sedangkan dari sisi penerimaan PPh 22, Hestu mengungkapkan tidak memberikan dampak signifikan seperti PPnBM.
“Karena itu pajak yang dibayar dimuka oleh pembeli properti mewah yang dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan sehingga tidak akan mengurangi total PPh terutang dari WP pembeli properti tersebut,” jelas dia.
“Hanya saja kalau ada PPh Pasal 22, kita bisa meng-collect di depan, kalau dihapus berarti collect-nya di belakang (SPT Tahunan),” sambung dia.
Meski demikian, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tidak merasa cemas akan potensi kehilangan penerimaan pajak akibat rencana penghapusan pajak PPnBM dan PPh 22 rumah mewah.
“Intinya kebijakan fiskal akan bersifat responsif dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” papar dia.
Sumber: finance.detik.com
Leave a Reply