Pemerintah hendak menambah sektor industri yang bisa menikmati pembebasan pajak. Bahkan, ada rencana mengurangi nilai minimal investasi.
Libur membayar pajak. Siapa yang enggak mau. Tapi kenyataannya, tidak banyak yang mengajukan permohonan pembebasan pajak penghasilan alias tax holiday, yang pemerintah tawarkan.
Padahal, pemerintah sudah menyederhanakan proses pengajuan tax holiday. Bahkan, menambah sektor industri pionir yang berhak menikmati fasilitas pembebasan pajak tersebut, dari sebelumnya 8 bidang menjadi 17 sektor industri.
Yang dimaksud industri pionir adalah yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru. Yang tidak kalah penting, punya nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Aturan main tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang berlaku awal April lalu. Beleid ini merupakan revisi PMK Nomor 103/PMK.010/2016.
Untuk menyedot lebih banyak lagi penanaman modal baru pada industri pionir, pemerintah juga menurunkan nilai investasi minimum. Dari sebelumnya Rp 1 triliun menjadi hanya Rp 500 miliar.
Meski begitu, baru delapan investor yang mendapatkan tax holiday yang berasal dari industri ketenagalistrikan, industri penggilingan baja, industri baja dan baja dasar, serta industri logam dasar bukan besi. Total rencana investasi mereka mencapai Rp 161,3 triliun.
Kedelapan penanam modal itu berasal dari China, Hongkong, Singapura, Jepang, Belanda, dan Indonesia. Penyerapan tenaga kerja dari delapan investor tersebut keseluruhan sebanyak 7.911 orang.
“Ini adalah satu hasil yang sangat baik. Bentuk atraktif dari iklim investasi sehingga pelaku usaha merasa nyaman. Harapannya, bisa meningkatkan investasi, menyerap lebih banyak tenaga kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (17/10) lalu.
Tambah lagi sektor
Memang, pencapaian itu lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Saat pertama kali pemerintah menawarkan tax holiday pada 2011 silam, hanya ada lima wajib pajak yang memanfaatkannya, dengan nilai investasi Rp 39,4 triliun.
Untuk menarik lebih banyak lagi pemodal, pemerintah mengubah ketentuannya sampai dua kali, lewat PMK.159/PMK.010/2015 dan PMK.103/PMK.010/2016. Ternyata, tidak ada satu pun yang memanfaatkan tax holiday.
Tapi, delapan investor yang berhasil pemerintah jaring lewat PMK 35/PMK.010/2018 masih terbilang sedikit. Karena itu, pemerintah berencana merevisi beleid yang usianya baru enam bulan tersebut. “Tidak banyak juga pengusaha yang mengajukan tax holiday. Sehingga, kami menyimpulkan, perlu di review,” ujar Darmin Nasution, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian.
Salah satu ketentuan yang akan pemerintah kaji ulang ialah cakupan industri. Rencananya, pemerintah menambah lagi sektor-sektor usaha yang bisa mencicipi fasilitas pengurangan PPh Badan. “Intinya, akan lebih banyak yang mendapatkan tax holiday,” ucap Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Sayang, Iskandar belum mau menyebutkan, sektor industri pionir mana lagi yang akan memperoleh fasilitas tersebut. “Tunggu saja, kemungkinan sektor kendaraan bermotor salah satunya karena termasuk yang strategis,” imbuhnya.
Informasi saja, mengacu PMK 35/PMK.010/2018, industri pionir penerima tax holiday, misalnya, petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam, atau batu bara dengan atau tanpa turunannya yang terintegrasi. Lalu, industri bahan baku farmasi dengan atau tanpa turunannya. Juga industri pembuatan semi konduktor dan komponen utama komputer lainnya yang terintegrasi dengan industri pembuatan komputer.
Dari ke-17 sektor itu, pemerintah menurunkannya ke dalam 25 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI). Cakupan produknya mencapai 153, yang terdiri dari 151 industri dan 2 lainnya terkait infrastruktur ekonomi yakni pembangkit listrik serta jalan tol.
Nah, sektor industri dan cakupan produk itu yang bakal pemerintah tambah. “Rencananya, akan diperluas ke semua sektor termasuk jasa,” ungkap Endang Supriyadi, Direktur Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dengan perluasan sektor industri dan cakupan produk tersebut, BKPM berharap, bisa mengundang lebih banyak lagi investasi baru maupun perluasan investasi. Maklum, di tengah perlambatan perekonomian global, perang dagang, dan perang suku bunga seperti sekarang, pemerintah mesti meningkatkan kegiatan penanaman modal demi memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
BKPM mencatat, realisasi investasi selama kuartal II 2018 hanya Rp 176,3 triliun. Angka ini naik tipis 3,1% dibanding kuartal II 2017 dan turun 4,9% ketimbang kuartal I 2018. Penyusutan realisasi investasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 hanya 5,27% lebih kecil dari harapan pemerintah 5,3%.
Turunkan Nilai Investasi
Menurut Farah Ratnadewi Indriani, Deputi Bidang Iklim Investasi BKPM, ada beberapa usulan sektor industri yang masuk dalam daftar penerima tax holiday. Sebut saja, industri permesinan, ekonomi digital, substitusi impor, ketahanan pangan dan energi, penciptaan lapangan kerja, dan infrastruktur ekonomi. “Masih terus dibahas usulannya,” katanya.
Achmad Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, menambahkan, pihaknya mengusulkan perluasan tax holiday mencakup juga sektor-sektor yang saat ini masih memiliki kandungan impor tinggi. Contohnya, industri petrokimia dan turunannya, industri hilir minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), serta hasil-hasil pertanian dan kehutanan.
Dalam aturan main tax holiday yang berlaku saat ini, Achmad bilang, beberapa komoditas produk masih memerlukan penafsiran lebih lanjut di level pelaksana. Alhasil, menimbulkan keraguan di kalangan investor. “Nah, yang sekarang direvisi akan lebih jelas komoditasnya apa, sehingga tidak memerlukan penafsiran, investor lebih pasti,” ujar dia.
Farah menyebutkan kelemahan beleid tax holiday yang berlaku sekarang bukan saja cakupan industrinya yang terbatas. Tetapi juga tingginya batasan nilai investasi yang berhak mendapat insentif.
Makanya, selain memperluas cakupan sektor usaha, pemerintah juga akan menurunkan besaran investasi yang bisa menerima tax holiday. Bila aturan sebelumnya menetapkan batasan investasi minimal Rp 500 miliar, maka di peraturan anyar nanti nilai investasi Rp 500 miliar ke bawah juga berhak menikmati fasilitas tersebut.
Pemerintah menyebutnya dengan mini tax holiday. Tapi tetap, yang bisa mendapatkannya adalah industri pionir. “Ini juga masih dalam proses pembahasan, termasuk desain skemanya,” tambah Farah.
BKPM sendiri mengusulkan batas minimal investasi yang bisa memperoleh mini tax holiday sebesar Rp 200 miliar. Jadi, investasi Rp 100 miliar sampai Rp 500 miliar berhak mendapat fasilitas itu.
Mini tax holiday berupa pengurangan pajak penghasilan badan sebesar 50% selama lima tahun. Sementara tax holiday untuk skala investasi di atas Rp 500 miliar berupa pembebasan pajak 100% untuk 5-20 tahun, tergantung besarannya.
Muhammad Faisal, Ekonom Core Indonesia, menilai tax holiday hanya salah satu cara untuk menggenjot investasi. Di luar itu, menurut dia, ada banyak faktor lain yang memengaruhi persepsi investor dalam menanamkan modalnya.
Ambil contoh, perbaikan iklim usaha, infrastruktur, kemudahan dalam perizinan, kejelasan arah kebijakan pemerintah, kesiapan tenaga kerja, serta kepastian dan konsistensi regulasi. Semua itu, Faisal bilang, harus pemerintah perbaiki secara paralel dengan pemberian tax holiday. “Jadi semestinya, tidak hanya mengandalkan tax holiday. Tanpa ada upaya paralel tersebut, tax holiday bisa jadi miskin peminat,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga harus cermat dalam menetapkan sektor industri yang bisa mendapatkan tax holiday. Sektor-sektor yang perlu memperoleh fasilitas ini kudu yang berorientasi ekspor, menyerap banyak tenaga kerja, dan mendorong penelitian dan pengembangan (R&D).
Tak kalah penting, sektor tersebut mesti mampu menyerap bahan baku dan bahan penolong lokal serta bermitra dengan pebisnis domestik, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui semacam pola kemitraan. Pemerintah perlu juga memprioritaskan industri manufaktur yang jadi andalan utama negeri ini dalam mendorong ekspor dan menyerap tenaga kerja.
Bhima Yudhistira Adhinegara, Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), menyatakan, problem investasi yang rendah di Indonesia bukan selalu faktor pajak. Dalam indeks daya saing, permasalahan nomor satu sampai lima teratas lebih ke arah birokrasi, korupsi, produktivitas, tenaga kerja yang rendah, dan infrastruktur. “Jadi, insentif fiskal bukan obat segala hambatan investasi,” cetusnya.
Tax holiday belum cukup.
Sumber: Tabloid KONTAN
Leave a Reply