China ingin Pangkas Pajak, Harga Batu Bara Lanjut Reli

Jakarta, – Harga batu bara Newcastle kontrak naik tipis 0,09% ke level US$ 110,1/Metrik Ton (MT) pada penutupan perdagangan hari Senin (22/10/2018). Dengan pergerakan itu, harga si batu hitam sudah mencetak penguatan 4 hari berturut-turut, hingga kembali menembus level psikologis US$ 110/MT.

Sebenarnya banyak sentimen negatif yang membayangi pergerakan harga batu bara, namun prospek perbaikan ekonomi China pada akhirnya mampu jadi penyelamat.

Pemerintah China berencana memotong tarif pajak pada tahun depan, langkah untuk mendorong kinerja perekonomian domestik. Nilai pemotongan tarif pajak ini diperkirakan mencapai 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.

Sebagai catatan, PDB nominal China pada akhir 2018 diperkirakan sebesar US$ 13,2 triliiun (Rp 200.595 triliun). Satu persen dari angka itu adalah US$ 132 miliar (Rp 2.005 triliun). Tentunya jumlah yang sangat besar.

Ma Jun, Penasihat Bank Sentral China (PBoC) menyatakan stimulus pajak ini akan berdampak lebih besar ketimbang yang dilakukan Amerika Serikat (AS). Pada akhir 2017, Presiden AS Donald Trump memberlakukan pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi orang pribadi dan badan usaha.

Hasilnya sangat impresif, membuat perekonomian Negeri Paman Sam semakin kuat sehingga memaksa The Federal Reserve/The Fed menaikkan suku bunga acuan tiga kali sejak awal tahun.

Sentimen ini sukses menjadi pendorong laju harga batu bara. Prospek perbaikan perekonomian Negeri Panda tentu menjadi sentimen bahwa permintaan energi (termasuk batu bara) di negara berpenduduk terbanyak dunia akan meningkat.

China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 metrik ton pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global, sehingga apa yang terjadi di China akan sangat mempengaruhi harga.

Harga batu bara pun akhirnya mampu menanjak naik meski sejatinya banyak sentimen negatif yang menghadang. Apa saja sentimen yang akhirnya membatasi penguatan harga batu bara pada perdagangan kemarin?

Pertama,pembatasan impor batu bara di China. Dua pekan lalu, pemerintah China memutuskan untuk memperpanjang pembatasan impor batu bara hingga akhir tahun 2018, mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters.

Impor batu bara di sepanjang tahun 2018 ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017, dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini.

Kedua, China’s National Climate Center memroyeksikan bahwa musim dingin yang akan datang akan lebih hangat dari biasanya. Pasalnya, ada potensi datangnya El Nino.

Ramalan otoritas iklim dan cuaca di Negeri Tirai Bambu tersebut bertolak belakang dari estimasi yang muncul sebelumnya bahwa akan ada cuaca dingin ekstrim. Akibatnya, konsumsi batu bara bisa tidak sekuat yang diperkirakan sebelumnya.

Ketiga, sejauh ini tingkat konsumsi batu bara di pembangkit listrik China juga masih cukup lemah. Akibatnya, stok batu bara di 6 pembangkit listrik utama di Negeri per 12 Oktober lalu, tercatat meningkat 2,4% dibandingkan 2 pekan sebelumnya, hingga menembus angka 15,06 juta ton.

Peningkatan stok tentunya akan menjadi sentimen bahwa impor batu bara China akan melambat ke depannya. Hal ini tentunya menjadi beban tambahan bagi pergerakan harga kemarin.

Sumber Cnbc indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only