Jakarta, – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan mereformasi secara menyeluruh sistem perpajakan Indonesia melalui pengendalian mutu pemeriksaan yang jauh lebih komprehensif.
Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan, tujuan mereformasi sistem pemeriksaan tak lepas dari upaya otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan.
Hal tersebut tercermin dari coverage ratio pajak penghasilan (PPh) – perbandingan realisasi penerimaan PPh dibandingkan dengan potensi penerimaannya – di tahun 2016 yang hanya 72,1%.
“Faktanya, kepatuhan pajak kita masih rendah,” kata Prastowo saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu (24/10/2018).
Prastowo menjelaskan, pemeriksaan pajak memang sebuah konsekuensi perubahan dari official assessment ke self assessment. Pemeriksaan harus dilakukan, untuk menguji kepatuhan dan memberikan keadilan bagi wajib pajak yang patuh dan tidak patuh.
Lantas, apakah selama ini otoritas pajak benar-benar menggencarkan pemeriksaan? Berdasarkan data CITA, tingkat keterperiksaan terhadap wajib pajak di Indonesia nyatanya masih sangat rendah.
Dari audit coverage ratio tahun 2017, terlihat bahwa hanya 8.757 wajib pajak orang pribadi yang diperiksa, dan 34.148 wajib pajak badan yang diperiksa. Artinya, tidak semua wajib pajak diperiksa atau sekurang-kurangnya belum menjadi sasaran pemeriksaan pajak.
Prastowo menilai, hal inilah yang menjadi alasan Ditjen Pajak menerbitkan Surat Edaran (SE) 15/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak. Sebab melalui edaran tersebut, ada aspek keadilan dalam menghadapi wajib pajak.
“Perencaan akan lebih efektif karena melalui indikator risk based audit dan pelaksanaan yang objektif, transparan, dan tepat sasaran yang menjadikan pemeriksaan berkuaitas,” jelasnya.
SE 15/2018 merupakan langkah awal. Ditjen Pajak dalam waktu dekat, akan segera menerbitkan SE khusus untuk meningkatkan mutu pengendalian pemeriksaan melalui pembentukan komite yang secara langsung mengawasi pemeriksaan.
Prastowo meyakini, pedoman yang akan dikeluarkan otoritas pajak akan membuat pemeriksaan lebih selektif, dengan cara menyeleksi wajib pajak tidak patuh yang lebih diprioritaskan untuk diperiksa.
“Jadi bisa lebih fair karena pakai kriteria,” jelas Prastowo.
Hal senada turut dikemukakan Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto. Menurut dia, para wajib pajak yang merasa sudah bersih tak perlu lagi takut diperiksa oleh otoritas pajak.
“Ada aspek fairness. Dalam arti proses pemeriksaan bagi wajib pajak berisiko rendah dari sisi tingkat kepatuhan tidak akan sedetail yang berisiko tinggi. Jadi beban bagi wajib pajak bisa berkurang,” kata Wahyu.
Sumber CNBC Indonesia
Leave a Reply