Pajak Rumah Mewah Dihapus Dorong Industri Properti

Rencana penghapusan pajak rumah mewah diproyeksi dapat mendorong industri sektor properti menggeliat.

Pemerintah tengah melakukan kajian mengenai penghapusan pajak pada properti mewah di Indonesia. Tujuannya, agar menjadi stimulus yang dapat meningkatkan transaksi pasar properti kategori tersebut di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti. Kajian ini dilakukan terhadap penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan PPh 22.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017, rumah dan town house dari jenis non-strata title dengan harga jual Rp20 miliar atau lebih, menjadi objek pajak PPnBM dengan tarif 20%. Sedangkan untuk apartemen, kondominium, dan town house dari jenis strata title dengan harga jual minimal Rp10 miliar akan dikenakan tarif pajak sebesar 20%.

Menanggapi rencana ini, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata berpendapat bahwa langkah ini merupakan langkah yang tepat diambil oleh pemerintah untuk mengairahkan dan menggerakan pasar properti.

“Dengan adanya penghapusan pajak ini, maka segmen bergairah. Walaupun pemerintah hanya dapat 12,5% dari PPh dan PPnBM, tapi market jalan karena selama ini di segmen market tersebut, pengembang tidak banyak bergerak,” jelas Soelaeman kepada Alinea.id pada Rabu (24/10).

Menurutnya, selain kebijakan Loan To Value (LTV) dari Bank Indonesia yang membebaskan uang muka pembelian hunian pertama sehingga tidak menyebabkan penggelembungan harga properti, kebijakan relaksasi perpajakan ini juga akan menggairahkan industri properti. Meskipun memang, diakuinya baru akan terasa tiga hingga enam bulan ke depan saat pengembang mulai memproduksi harga properti di segmen tersebut.

Sepaham dengannya, Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, perlu melihat momentum positif dari rencana penghapusan PPnBM dan PPh 22 ini. Meski dampaknya tidak terlalu signifikan dari sisi stok dan volumenya, menurut dia kajian ini perlu diapresiasi sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap sektor properti.

“Jadi properti yang masuk ke kategori di atas Rp10 miliar itu jumlahnya memang tidak terlalu banyak, artinya sekitar kurang dari 5% lah dari total pasok yang ada sekarang ini, artinya segmen ini kalaupun nanti ditiadakan PPnBM dan PPh 22-nya, pengaruhnya mungkin secara volume itu ya hanya 5% itu saja. Tapi yang perlu diperhatikan adalah momentumnya,” jelas Ferry melalui sambungan telepon.

Ferry menilai, kondisi pasar properti saat ini tengah melambat. Begitu pula dengan minat beli yang cenderung berkurang. Dengan kondisi pasar yang melambat seperti sekarang ini, momentum penghapusan pajak tersebut dapat menjadi dorongan positif secara moril.

Akan tetapi, menurutnya, tidak cukup hanya dengan penghapusan pajak saja. Pemerintah juga perlu memperhatikan aspek iklim atau sentimen dari pasar. Pembeli yang ingin berinvestasi pada properti mewah pasti akan menimbang kesesuaian imbal balik dengan harapan mereka.

“Market ini sentimennya itu arahnya kepada prospek ekonomi dan nilai imbal hasil yang mereka harapan karena memang produk-produk mewah seperti ini biasanya menjadi instrumen investasi bagi orang,” tuturnya.

Sumber: alinea.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only