Berharap Moratorium Impor Kapal | Kaltim Post

SAMARINDA – Pengusaha yang bergerak di industri perkapalan berharap pemerintah mengeluarkan moratorium untuk impor kapal. Pasalnya saat ini mereka sulit bersaing lantaran masih banyaknya bahan baku yang harus diimpor. Sementara sepanjang tahun 2018, terjadi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Belum lagi, harga kapal luar negeri jauh lebih murah.

Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Captain Zaenal Arifin Hasibuan mengatakan, pemerintah bisa membuat moratorium impor kapal. Hal itu untuk mendorong berkembangnya industri galangan nasional, yang mampu menciptakan lapangan kerja sekaligus menciptakan tumbuhnya industri pendukung.

“Asas cabotage yang telah sukses diimplementasikan perusahaan pelayaran melalui INSA, di bawah payung hukum Inpres Nomor 5 Tahun 2005 sudah bisa mendongkrak kapal bendera merah putih hingga 150 persen,” katanya, Minggu (28/10).

Apalagi saat ini dolar yang terus menguat. Tentunya kondisi ini menjadi pukulan keras bagi galangan kapal. Hal itu karena, material pembuatan kapal lebih dari 100 item masih mengandalkan ekspor. “Industri galangan kapal, sebelum kenaikan dolar memang sudah jarang membuat kapal, karena pesanan lesu,” kata pria yang juga pengamat maritim Indonesia itu.

Jika ada pesanan sekalipun, saat ini industri kapal tidak bisa menaikkan harga jual meski biaya produksi bengkak karena dolar. Sebab, sekarang harga kapal impor jauh lebih murah dari buatan lokal. Hal itu karena kebijakan fiskal dan pajak yang belum berpihak pada galangan dan industri perkapalan.

“Banyak galangan kapal yang akhirnya memilih menghentikan produksi. Karena tidak bisa bersaing dengan industri kapal luar negeri yang mendapatkan perlindungan dari pemerintahnya, termasuk soal pajak, sehingga pembangunan kapal menjadi lebih murah,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, tanpa ketegasan pemerintah, industri galangan kapal nasional tidak akan tumbuh seperti yang diharapkan. Pemerintah yang bisa menghentikan sementara impor kapal. Semua kebutuhan armada wajib di bangun di dalam negeri, kecuali untuk jenis kapal-kapal tertentu yang belum bisa dibangun di dalam negeri. “Moratorium ini, juga harus diimbangi dengan kebijakan perbankan,” tuturnya.

Contoh saja, di Tiongkok galangan kapal mendapat dukungan dari lembaga keuangan negara itu dengan pemberian bunga kredit yang rendah. Demikian juga di Korea dan Jepang. Sehingga, negara-negara itu industri galangannya maju dan berkembang.

“Moratorium impor kapal adalah bagian terpenting bagi Indonesia untuk memulai pengembangan industri galangan di dalam negeri. Kita mulai pembangunan kapal untuk konsumsi sendiri,” jelasnya.

Zaenal menambahkan, selama ini bunga bank untuk pembangunan dan pembelian kapal di Indonesia sangat tinggi. Kondisi itu menjadi kendala utama minimnya pengembangan bisnis atau ekspansi operator pelayaran merah putih.

Dia berharap, program pemerintah berupa tol laut, dan target pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, diikuti dengan pemberian insentif kepada perusahaan pelayaran berupa bunga kredit yang rendah untuk pembangunan kapal.

“Sebagai perbandingan, bunga perbankan untuk pembangunan kapal di luar negeri hanya sekitar 1-2 persen. Tapi di Indonesia, perusahaan pelayaran yang akan meminjam uang di perbankan nasional dikenakan bunga kredit 12-14 persen. Wajar industri kapal kita belum berjalan baik,” pungkasnya.

Sumber: prokal.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only