Aktivitas Manufaktur di Awal Kuartal IV Melambat

Tapi kinerja manufaktur Indonesia berhasil menduduki peringkat terbaik ketiga di ASEAN

Jakarta. Aktivitas manufaktur Indonesia memasuki kuartal ke empat tahun ini sedikit melambat, meski dalam skala ekspansif. Sebab Nikkei dan IHS Markit mencatat, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Oktober 2018 sebesar 50,5, turun dari bulan sebelumnya sebesar 50,7.

Meski masih mencatat pertumbuhan marginal alias tak jauh dari ambang batas ekspansi 50, Indonesia berhasil menduduki peringkat ketiga teratas di ASEAN.

Posisi Indonesia lebih baik dari Malaysia (49,2) dan Thailand (48,9) yang justru mengalami penurunan. Bahkan Myanmar (48,0) dan Singapura (43,3) mencatat penurunan cukup tajam pada indeks manufakturnya.

Menurut Nikkei, penurunan PMI Manufaktur Indonesia disebabkan oleh melesunya permintaan seiring dengan turunnya pemesanan barang baru dan penjualan ekspor sepanjang Oktober 2018. Bakan, pemesanan barang baru mengalami penurunan terdalam sejak Januari karena penurunan ekspor yang tajam.

“Sektor manufaktur Indonesia kehilangan momentum lanjutan pada awal kuartal keempat, mencerminkan tanda-tanda kondisi permintaan yang lebih lambat,” ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw dalam laporan Nikkei yang dikutip KONTAN, Selasa (6/11) kemarin.

Untungnya, lesunya permintaan, tak serta merta berdampak pada volume produksi. Sebab sepanjang Oktober, Nikkei melihat laju output manufaktur Indonesia mampu melanjutkan ekspansi yang moderat. Pabrik-pabrik Indonesia juga masih terlihat konsisten meningkatkan aktivitas pembelian barang sehingga berkontribusi pada peningkatan persediaan barang input.

Namun, pelemahan kurs dan naiknya harga bahan baku memicu terjadinya inflasi harga input tercepat selama lebih dari tiga tahun. Proyeksi Nikkei, perusahaan kemungkinan akan menaikan biaya output mereka pada tingkat tercepat sejak Oktober 2015.

Adapun sentimen bisnis tahun depan cukup positif sejalan dengan tingkat produksi yang terus meningkat. Harga penjualan yang lebih tinggi, produk baru, perluasan kapasitas yang direncanakan, pemasaran dan aktivitas promosi juga turut menjadi faktor pendorong aktivitas manufaktur dalam negeri.

Perlu insentif yang tepat

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menilai, aktivitas manufaktur Indonesia cukup positif karena daya saing yang cukup baik. Selain itu, relokasi industri dari kawasan Jabodetabek pada tahun 2013-2014 ke Jawa Tengah dengan membangun pabrik, melatih dan merekrut tenaga kerja mulai membuahkan hasil.

Namun ia masih melihat adanya sejumlah hambatan. Salahs satunya sistem Online Single Submission (OSS) karena persyaratan yang terlalu banyak dan rumit. Ade berharap, pemerintah bisa memberikan insentif yang mendukung, yang berkontribusi pada ketersediaan lapangan kerja dan berorientasi ekspor. “Insentif tax holiday itu bagus, tapi harus ditinjau lagi sektornya,” katanya. Pemerintah juga perlu mengantisipasi sentimen politik yang berpotensi menghambat investasi.

Muhammad Faisal, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai, melambatnya kinerja manufaktur di Oktober karena adanya pelemahan kurs. Sebab, bahan baku berasal dari luar negeri . Selain permintaan yang masih lemah, ada juga persaingan dengan barang impor yang membuat industri besar mempertahankan harga jual untuk mempertahankan daya saing.

Sumber: Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only