Simalakama Pembatalan Tarif Cukai Rokok di 2019

Pemerintah dinilai melindungi industri rokok, tapi tak melindungi masyarakat

JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok tahun 2019 memantik pro dan kontra di masyarakat. Di satu situ, pemerintah dianggap punya andil menjaga stabilitas industri rokok lantaran mampu menyerap tenaga kerja.

kerja industri rokok lantaran mampu me nyerap tenaga kerja. Sisi lainnya, pemerintah dinilai melakukan kesalahan karena harga rokok murah. Alhasil, ini bisa berdampak pada kesehatan masyarakat .

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) semisal, sepakat dengan kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan cukai rokok. Ini bisa mendukung industri nasional lantaran industri rokok melibatkan banyak pihak yang juga mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.

“Industri rokok melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk petani tembakau, cengkeh, dan pekerja,” tandas Ketua Umum GAPPRI Ismanu Soemiran kepada KONTAN, Selasa (6/11).

Kendati begitu, Ismanu mengakui tenaga kerja pada industri rokok terus menyusut. Penurunan karena menurunnya jumlah produksi rokok. Penurunan produksi rokok menyebabkan hampir 50% perusahaan rokok gulung tikar.

Padahal, industri rokok menyumbang pendapatan yang besar bagi negara. Ismanu bilang, rokok sebagai bagian dari Industri Hasil Tembakau (IHT) berkontribusi pada pendapatan perpajakan sebesar 10,5% per tahun. Selain itu, nilai industri rokok di Tanah Air menempati peringkat keenam yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 2%.

Beban lebih tinggi

Kendati berkontribusi terhadap ekonomi, pengamat ekonomi Faisal Basri menilai beban yang timbul akibat rokok juga jauh lebih besar ketimbang dampak dari sisi ekonominya.

Faisal bilang, rokok membuat pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengeluarkan biaya besar. Kata Faisal, 30% beban BPJS Kesehatan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh rokok. Pengeluaran BPJS akan semakin kecil bila pengguna rokok semakin sedikit” ujar Faisal, Selasa (6/11).

Rokok juga menyebabkan masyarakat miskin tidak dapat keluar dari kemiskinannya. Pengeluaran masyarakat untuk rokok cukup besar.

Rokok menupakan konsumsi utama masyarakat di bawah nasi. Pengeluaran masyarakat untuk beras 27% dari pendapatan. Sementara pengeluaran masyarakat untuk rokok mencapai angka 10% dari pendapatan.

Angka tersebut di atas dari pengeluaran untuk bahan makanan seperti tempe, ayam, dan telur. “Kalau ingin mengembangkan ekonomi bermodalkan kualitas manusia, maka hambatannya harus dihilangkan,” ujar Faisal.

Sumber: Koran KONTAN

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only