Di antara beberapa faktor yang bisa menjadi acuan adalah membaiknya neraca perdagangan pada Oktober lalu yang membukukan surplus USD230 juta. Di samping itu, laporan terkini Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa cadangan devisa pada bulan yang sama juga naik menjadi USD115,2 miliar, lebih tinggi dibanding September 2018 yang hanya USD114,8 miliar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, secara keseluruhan ekonomi pada kuartal III/2018 cukup tahan terhadap gejolak ekonomi global. Menurutnya, sektor konsumsi rumah tangga dan investasi pada periode tersebut juga masih cukup baik.
“Saya kira itu cukup baik untuk menghadapi gejolak yang sedang berakumulasi dari normalisasi kebijakan moneter di negara maju, kemudian perang dagang, harga minyak yang meningkat. Jadi, pada akhirnya market mengapresiasi itu,” ujar Darmin di Jakarta kemarin.
Menurut Darmin, data-data ekonomi terbaru itulah yang menyebabkan nilai tukar rupiah menguat dalam beberapa hari ter akhir. Berdasarkan kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), kemarin nilai tukar rupiah berada di level Rp14.764 per dolar AS.
Angka tersebut membaik dibanding posisi pada Senin (5/11), yaitu rupiah diper da gangkan di level Rp14.962 per dolar AS dan Selasa (6/11) Rp14.891 per dolar AS.
“Artinya, di ba wah Rp15.000 itu karena intinya ada konsumsi rumah tangga dan investasi, syukur ada ekspor. Susah mengharapkan ekspor di situasi perang dagang. Hampir tidak ada negara yang membaik ekspornya maupun pertumbuhan industrinya dalam periode perang dagang,” tutur Darmin.
Dia optimistis pada kuartal IV/2018 pertumbuhan ekonomi bakal mencapai 5,2% sehingga hingga akhir tahun rata-rata pertumbuhan eko nomi bisa 5,2%. Meski demikian, harus ada kebijakan tambahan untuk mendukungnya. “Harus dipersiapkan dalam waktu dekat dan tidak lama kita bisa keluarkan,” ungkapnya. Menurut Darmin, paling tidak ada satu perluasan insentif pajak yang sedang diselesaikan, termasuk yang belum dikeluarkan seperti supertax deduction dan perluasan insentif pajak yang lain.
“Kemudian ada juga revisi DNI (daftar negatif investasi). Ya, jangan tahun ini, kita akan usahakan dalam waktu cepat. Mudah-mudahan 2-3 minggu ke depan,” katanya.
Terkait penguatan rupiah, ujar Darmin, salah satu penyebabnya adalah karena pasar melihat bahwa mata uang garuda sudah undervalue. “Pasar menganggap rupiah itu sudah terlalu murah sehingga dia masuk, beli, dan akhirnya rupiah menguat. Memang ada yang namanya bank investasi yang mengatakan itu sehingga modal asingnya ada yang mulai masuk yang membuat rupiah mulai menguat,” ungkapnya.
Meski begitu, Darmin belum bisa memastikan apakah penguatan rupiah ini sementara atau jangka panjang. Hal ini bergantung dari kebijakan dari Amerika Serikat (AS) dan perkembangan perang dagang.
“Ya, tergantung karena AS pun masih akan menaikkan tingkat suku bunganya. Kemudian perang dagang nanti entah bagaimana. Kita belum bisa bilang,” kilahnya.
Optimisme juga disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, bahwa pertum buhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 5,2%. Hal tersebut terbantu karena adanya perhelatan akbar Asian Games ada World Bank Annual Meeting yang digelar pada Oktober lalu. “Jadi kemungkinan konsumsi akan tinggi di Desember itu bisa jadi drive di kuartal IV dan tahun 2018 optimistis masih 5,2%,” katanya.
Dia melanjutkan, pada kuartal IV/2018, konsumsi rumah tangga masih akan memberikan kontribusi cukup baik sehingga bisa jadi motor perekonomian. “Begitu juga dengan ekspor dan investasi masih tinggi,” katanya.
Kendati demikian, kata Dody, sektor perdagangan masih harus menjadi perhatian karena pertumbuhan impor cenderung lebih tinggi dibanding pertumbuhan impor. “Meskipun ekspor sebenarnya sudah tumbuh, kecepatannya di bawah impor. Kedepan pemerintah akan mendorong investasi, akan ada insentif. Termasuk tax holiday, pembangunan KEK akan didorong, dan akan masuk dana baru untuk mendorong ekonomi,” paparnya.