Pasca Reli 8 Hari Berturut-Turut, IHSG Anjlok 1,12%

Pasca membukukan penguatan selama 8 hari berturut-turut, IHSG akhirnya terjungkal. Pada pukul 09:25 WIB, IHSG anjlok 1,12% ke level 5.909,88. Pada pembukaan perdagangan, IHSG terkoreksi sebesar 0,71%.

Anjloknya IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga berguguran: indeks Nikkei melemah 0,72%, indeks Shanghai melemah 1,02%, indeks Hang Seng melemah 1,81%, indeks Strait Times melemah 0,9%, dan indeks Kospi melemah 0,26%.

Aksi ambil untung melandasi pelemahan IHSG yang begitu dalam. Pada hari ini, sentimen yang ada memang mendukung bagi investor untuk melakukan aksi jual.

Pertama, hasil pertemuan the Federal Reserve yang diumumkan pada dini hari tadi. Walaupun tingkat suku bunga acuan tak diubah, the Fed memberi sinyal bahwa rencana normalisasi pada bulan Desember akan dieksekusi.

“Komite menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang konsisten dengan ekspansi ekonomi yang berkelanjutan, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi di kisaran 2% dalam jangka menengah. Risiko dalam perekonomian masih seimbang,” tulis pernyataan FOMC.

Padahal, the Fed sendiri mengakui bahwa laju investasi mulai melambat setelah melesat kencang sejak awal tahun. Hal ini mengindikasikan potensi perlamabatan ekonomi di masa depan.

Jika suku bunga acuan tetap dinaikkan sementara nantinya laju perekonomian AS melambat, maka perlambatan yang terjadi bisa kian parah dan memukul perekonomian dunia.

Kedua, hasil dari midterm elections di AS. Kini, posisi mayoritas di House of Representatives dipegang oleh Democratic setelah sebelumnya dipegang oleh Republican, sementara Republican mempertahankan posisi mayoritasnya di Senate.

Dengan House of Representatives dikuasai oleh Democratic, kebijakan-kebijakan pro pertumbuhan ekonomi seperti pemotongan tingkat pajak memang akan menjadi sulit untuk diloloskan. Sebagai informasi, sekitar 2 minggu menjelang midterm elections, Presiden AS Donald Trump menebar wacana untuk memangkas pajak penghasilan individu kelas menengah sebesar 10%.

Lebih lanjut, jika Trump berusaha mendongkrak perekonomian melalui belanja secara jor-joran, langkah ini kemungkinan besar juga akan dijegal oleh Democratic. Pasalnya, defisit anggaran di Negeri Paman Sam sudah begitu tinggi. Pada tahun fiskal 2018, defisit anggaran di AS tercatat sebesar US$ 729 miliar, naik 17% dari posisi tahun fiskal 2017 dan merupakan yang terbesar sejak 2012.

Ketiga, pengumuman data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal-III 2018 oleh Bank Indonesia (BI). Rilis ini kemungkinan besar terjadi setelah penutupan perdagangan.

Pelaku pasar akan mencermati pos transaksi berjalan/current account. Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan mencatatkan defisit 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kemungkinan besar, defisit pada kuartal III-2018 akan lebih dalam, seiring dengan defisit neraca perdagangan yang lebih dalam.

Sepanjang kuartal III-2018, neraca perdagangan mencatatkan defisit US$ 2,72 miliar. Pada kuartal-II 2018, defisitnya adalah sebesar US$ 1,37 miliar.

Bahkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sempat mengindikasikan bahwa CAD kuartal-III 2018 akan membengkak cukup signifikan dari capaian kuartal-II 2018.

“Kan masih ada Juli sama Agustus 2018. Yang memang masih tinggi. Utamanya di Migas. Kemarin defisit besar di migas. Apakah B20, kenaikan harga BBM. Di Kuartal III-2018 masih wajar kalau di atas 3%. Tapi perkiraan kami di Kuartal III-2018 tidak akan lebih dari 3,5%,” papar Perry di Gedung BI, Jumat (26/10/2018).

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only