Adu Kuat Ekspor & Impor di Oktober

JAKARTA – Upaya pemerintah menyehatkan neraca dagang melalui pengendalian impor diperkirakan membuahkan hasil positif. Pengusaha memprediksi neraca dagang pada Oktober 2018 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (15/11) bakal surplus seperti September senilai US$ 227,1 juta. Namun sejumlah ekonom menghitung adanya potensi defisit.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menyatakan potensi surplus neraca dagang karena membaiknya tren kenaikan ekspor menjelang tutup tahun. Sejak tahun 2010, ekspor Oktober cenderung meningkat dibandingkan September karena faktor permintaan (lihat tabel). “Apalagi, rupiah melemah, ekspor naik lebih besar,” ujar Hariyadi Rabu (14/11).

Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai rata-rata kurs rupiah pada Oktober lalu Rp 15.178,87 per dollar AS. Jumlah itu turun 2,08%dibandingkan rata-rata September 14.868,74.

Hariyadi juga optimistís ekspor sektor manufaktur meningkat pasca turun tajam pada September. Ekspor batubara juga akan meningkat “Ekspor yang akan turun tampaknya minyak sawit (crude palm oil/CPO), karena banyak keluhan over supplay,” jelas Hariyadi.

Tren impor

Sedangkan impor melambat akibat pengendalian kebijakan pemerintah. Pengendalian itu bukan hanya berupa peningkatan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 (barang impor), tapi perizinan juga semakin sulit. Sumber KONTAN di industri besi baja menyatakan, perusahaannya terpaksa mengurangi produksi karena kehabisan bahan baku lembaran besi yang diimpor dari China.

“Pengendalian impor akan berefek,” ungkap Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian Johnny Darmawan. Johnny  tak memprediksi besaran neraca dagang Oktober. Ia hanya memprediksi akan surplus.

Namun sebagian besar ekonom yang dihubungi KONTAN memprediksi bakal defisit (lihat tabel). Myrdal Gunarto, ekonom Maybank Indonesia menyatakan defisit dagang akibat ekspor tertahan trade war. Khususnya penjualan ke China yang selama ini tujuan ekspor utama, melambat karena permintaan berkurang. ” Impor tumbuh 15,67 % year on year (yoy), lebih tinggi dari ekspor hanya 3,61 % karena tingginya harga minyak dan pelemahan rupiah,” terang Myrdal.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana menambahkan, nilai impor lebih besar dari ekspor karena untuk persiapan Natal dan Tahun Baru. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, impor Oktober cenderung naik. Kebijakan pengendalian impor belum berhasil, karena tidak menjurus ke hal yang struktural.

Sumber: Koran KONTAN

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only