Jokowi Minta Fasilitas Fiskal di Kawasan Khusus Dievaluasi

Jakarta — Presiden Joko Widodo meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengevaluasi fasilitas perpajakan yang terdapat di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri, kawasan perdagangan bebas, dan pusat logistik berikat. Permintaan ini menyusul perluasan kebijakan pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) yang kemarin diumumkan melalui paket kebijakan ekonomi XVI.

Menurut Sri Mulyani, evaluasi yang dimaksud Jokowi hanya terkait dari segi efektivitasnya. Harapannya, seluruh kebijakan pajak sejalan dengan dampak yang diberikan.

“Berbagai insentif ini sekarang diminta oleh Bapak Presiden untuk dievaluasi secara sangat ketat dari sisi efektivitasnya,” jelas Sri Mulyani di Istana Bogor, Rabu (21/11).

Investasi di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mendapat kepastian fasilitas fiskal khusus, berupa tax holiday dan pengurangan penghasilan kena pajak (tax allowance) yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 104/PMK.010/2016. Beleid itu menyebut, investor bisa mendapat pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan sebesar 20 persen hingga 100 persen.

Sementara itu, fasilitas fiskal di lokasi Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KB dan KITE) dan kawasan industri terdiri dari pembebasan bea masuk, penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk industri manufaktur, hingga penangguhan pajak impor untuk industri manufaktur. Berdasarkan data Kemenkeu, nilai ekspor dari KB dan KITE mencapai US$54,82 miliar atau 37,76 persen dari nilai ekspor Indonesia sepanjang 2017.

Ia berharap, evaluasi fasilitas perpajakan di kawasan khusus ini bisa mengekor revisi tax holiday awal tahun lalu yang diklaimnya cukup berhasil. Di awal tahun ini, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 35 Tahun 2018 tentang Tax Holiday yang berhasil menarik investasi Rp161,3 triliun dalam sembilan bulan tahun ini. Ini berbanding terbalik dengan aturan tax holiday yang dimuat di dalam PMK Nomor 159 Tahun 2015 yang sama sekali tidak berhasil menarik investasi baru dalam kurun tiga tahun.

“Sekarang ini insentif perpajakan yang diberikan kepada dunia usaha mencakup tax holiday yang diatur dalam PMK 35 tahun 2018 juga akan diperluas dari sisi sektornya, dan kelompok bidang usaha yang akan mendapatkan tax holiday,” pungkasnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terdapat kehilangan penerimaan pajak Rp298,3 triliun antara tahun 2016 hingga 2017 sebagai imbas dari pelaksanaan insentif fiskal yang dilakukan pemerintah. Pemerintah enggan menyebutnya sebagai potensi kehilangan pajak, melainkan pengeluaran pajak demi menggiatkan aktivitas ekonomi (tax expenditure).

Pada 2016, tax expenditure mencapai Rp143,6 triliun atau 1,16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan tahun lalu, tax expenditure mencapai Rp154,7 triliun atau 1,14 persen dari PDB.

Sumber: cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only