Sektor Properti akan Mendapat Insentif Perpajakan

BOGOR. Pemerintah jor-joran memberikan insentif fiskal guna mendorong perekonomian nasional. Setelah menggelontorkan insentif fiskal melalui Paket Kebijakan Ekonomi Ke-16, pemerintah berjanji merealisasikan penurunan pajak properti.

Lagi-lagi, properti menjadi pilihan menebar insentif. Pasalnya, sumbangan sektor properti terhadap produk domestik bruto alias pertumbuhan ekonomi relatif besar. BPS mencatat, sumbangan real estate dalam PDB mencapai 2,67% kuartal III-2018. Angka ini dalam tren melandai.

Boleh jadi, karena itu pula, Kementerian Keuangan (Kemkeu) bergegas akan melonggarkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kepemilikan properti berharga wah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, batas harga properti mewah yang terkena PPnBM dinaikkan dari Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar. Upaya itu akan dituangkan melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 35/ 2017.

Menurut aturan ini, rumah atau town house non-strata title dengan harga jual Rp 20 miliar atau lebih, dikenai tarif PPnBM sebesar 20%. Tarif sama berlaku bagi apartemen, kondominium, dan town house strata title dengan harga jual Rp 10 miliar atau lebih.

Kemkeu juga akan memangkas pajak penghasilan (PPh) pasal 22 untuk penjualan hunian mewah. PMK No 90/2015 menyatakan, tarif PPh penjualan barang mewah (termasuk hunian mewah) sebesar 5% dari harga jual (tidak termasuk PPn dan PPnBM). Tarif ini akan diturunkan jadi 1%. “Kami ingin meningkatkan usaha properti,” ujar Menkeu usai rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, Rabu (21/11).

Ihwal insentif, Presiden Jokowi dalam rapat itu mengkritisi pemberian insentif fiskal yang mubadzir. Insentif diberikan tapi hasilnya tak optimal. Di paket kebijakan ekonomi ke-16, misalnya, pemerintah melonggarkan lagi tax holiday atau fasilitas libur pajak bagi perusahaan karena kebijakan sebelumnya tak nampak hasiknya.

Laju investasi pun lambat. Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III-2018 hanya Rp 84,7 triliun, terendah sejak triwulan I-2015. “Kita harus memastikan yang mendapat insentif adalah sektor-sektor yang betul-betul memperkuat industri dan ekonomi nasional,” ujar Presiden dalam pengantar rapat terbatas kebijakan investasi dan perpajakan.

Shinta Kamdani, Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional menilai, banyak insentif ditebar tapi pelaksanaan di lapangan belum sesuai harapan. “Seperti tax holiday, belum ada perbaikan ke sistem. Proses pengajuan masih rumit, makan waktu lama,” ujar dia. Dus, butuh sentuhan juga reformasi perpajakan serta tenaga kerja.

Sumber: Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only