Pajak Penjualan Rumah Mewah Bakal Turun

Jakarta — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal segera menurunkan pajak penjualan bagi rumah mewah. Penurunan pajak bakal dilakukan dengan menaikkan ambang batas harga hunian yang terkenaPajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) penjualan untuk hunian dengan harga di atas Rp5 miliar.

“Kami sedang menyelesaikan PMK untuk properti, terutama untuk rumah apartemen yang selama ini mendapatkan kendala karena ada pajak yang sangat tinggi,” jelas Sri Mulyani di Istana Bogor, Rabu (21/11).

Sri Mulyani menjelaskan revisi akan dilakukan pada PMK Nomor 35/PMK.010/2017 dan PMK Nomor 90/PMK.03/2015. Revisi pada PMK Nomor 35 akan mencakup perubahan batas harga rumah dan apartemen mewah yang menjadi objek PPnBM dari masing-masing Rp20 miliar dan Rp10 miliar menjadi Rp30 miliar.

Sementara revisi PMK Nomor 90 mencakup penurunan PPh penjualan rumah dan apartemen dengan harga jual Rp5 miliar ke atas dari 5 persen menjadi 1 persen.

Kedua revisi aturan tersebut, menurut Sri Mulyani akan diterbitkan berbarengan dengan revisi aturan perpajakan lainya, seperti penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tujuh sektor jasa dan pengaturan PPh deposito atas Devisa Hasil Ekspor.

Tujuh sektor yang rencananya akan dikenakan PPN 0 persen yakni jasa maklon, jasa teknologi dan informasi, jasa untuk penelitan dan pengembangan, jasa hukum, jasa akuntansi dan pembukuan jasa audit, jasa perdagangan, jasa interkoneksi, jasa sewa alat angkut, dan jasa pengurusan alat transportasi.

Sementara PPh deposito atas DHE rencananya akan diturunkan dari 15 persen menjadi 10 persen untuk deposito tenor 1 bulan, 7,5 persen untuk tenor 3 bulan, dan nol persen untuk tenor 6 bulan.

“Apabila mereka mengonversikan ke rupiah, maka akan diberikan insentif lebih besar. Apabila DHE-nya diletakkan dalam bentuk deposito rupiah, maka PPh hanya 7,5 persen dalam jangka satu bulan, apabila tiga bulan dalam bentuk rupiah PPh-nya hanya 5 persen, kemudian enam bulan ke atas mereka bayar nol persen,” imbuh dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan revisi pajak properti ini dimaksudkan agar hunian mewah bisa lebih terjangkau. Di samping itu, ada beberapa poin lain yang menjadi pertimbangan Kemenkeu merelaksasi sejumlah aturan pajak ini.

Pertama, sektor properti dianggap memberikan kesempatan kerja yang banyak, sehingga penurunan pajak ini memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang besar.

Kedua, adalah memperbaiki kondisi di pasar properti. Suahasil mencontohkan, saat ini penjualan rumah dari pengembang ke pembeli untuk rumah yang sangat mewah dikenakan PPnBM. Namun, rumah bekas yang dijual antar individu tak menjadi objek PPnBM, sehingga perputaran transaksi rumah mewah lebih banyak terjadi pada rumah bekas.

Hasilnya, pengembang properti jadi lebih fokus menggarap rumah kelas menengah dan rumah murah. Padahal, menurut dia, rumah mewah menyumbang lebih banyak profit dibanding rumah murah dan kelas menengah.

“Kalau mereka jual rumah murah terus, apakah daya gerak keuangan perusahaan tidak terganggu? Justru yang mahal-mahal ini yang memberikan keuntungan tinggi bagi developer,” ungkap Suahasil.

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only