JAKARTA. Pemerintah mengungkapkan pengeluaran 54 bidang usaha dari daftar negatif investasi (DNI) termasuk yang dicadangkan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) merupakan upaya menyederhanakan perizinan dan tetap melindungi pengusaha dalam negeri.
Pemerintah tengah menyiapkan revisi Peraturan presiden (Perpres) No.44 Tahun 2016 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Revisi tersebut merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid XVI.
Revisi Perpres yang memuat DNI tersebut menimbulkan polemik di kalangan pengusaha dalam negeri, karena pengusaha dalam negeri mengkhawatirkan kerentanan daya saing antara pengusaha asing dan dalam negeri.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan walaupun investasi tersebut terbuka untuk asing, pemodal asing tetap terikat pada aturan-aturan teknis yang mengatur secara ketat keterlibatan asing pada sektor usaha.
“Perpres ini hanya mengatur shareholders saja, kepemilikan saham modalnya saja, aturan-aturan untuk asing itu beberapa undang-undang sudah mengatur itu. Pembatasan level playing field sama, hanya Rp10 miliar ke atas, masuk hanya bentuk PT, artinya kewajiban PT seperti harus punya kantor lokasi di Indonesia [itu harus dilaksanakan], jadi teknisnya sudah ada yang atur,” jelasnya, Kamis (22/11/2018).
Dengan demikian lanjutnya, walaupun kepemilikan asing, keterlibatan dalam negeri dan perlindungannya tetap terjamin dalam aturan, di antaranya UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan, dan UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT).
Garansi
Susiwijono menggaransi keterlibatan asing tetap akan diawasi dan dikontrol oleh kementerian/lembaga (K/L) teknis yang menjadi pelaksana aturan-aturan tersebut.
Selain itu, dia mengharapkan dengan masuknya investasi asing, dapat terjadi transfer pengetahuan, teknologi, dan jaringan pasar. Dengan demikian, terjadi percepatan pertumbuhan industri dan ekspor Indonesia.
Susiwijono memerinci terdapat 4 bidang usaha yang asalnya dicadangkan untuk UMKM dikeluarkan untuk DNI, yakni industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, industri percetakan kain, kain rajut khususnya renda, serta warung internet.
Dijelaskan industri percetakan kain dan kain rajut khusus renda direlaksasi dari DNI karena untuk bidang industri ini minimal modal sebesar Rp100 miliar, sehingga tidak termasuk klasifikasi UMKM-K. Bidang ini juga termasuk dalam bidang yang mendapatkan tax allowance.
Kedua industri ini keluar dari DNI dengan harapan ada investasi besar yang masuk karena ada kesenjangan antara suplai dan kebutuhan. Dengan demikian, PMA diharapkan dapat masuk untuk mendorong industri subsitusi impor.
“Suplai dalam negeri dan kebutuhan tidak sesuai, sehingga industri perlu ditumbuhkan untuk subsitusi impor, [industri ini] terbuka untuk UMKM, PMDN dan PMA. Memang itu tujuannya untuk menumbuhkan industri, berbeda dengan yang Warnet dan umbi-umbian, karena kebutuhan investor dan modal lebih besar [untuk industri percetakan kain dan kain rajut],” tuturnya.
Susiwijono menjelaskan bahwa relaksasi DNI ini merupakan upaya yang wajar dan sesuai dengan UU Penanaman Modal, karena DNI dievalasi secara berkala. Secara alami lanjutnya, DNI memang harus terus berkurang seiring era keterbukaan ekonomi di dunia.
Sumber: bisnis.com
Leave a Reply