Revisi Tertunda, Saatnya Menjejalkan Usulan Baru

JAKARTA. Reformasi perpajakan Indonesia dari sisi perbaikan regulasi yang digaungkan beberapa tahun terakhir, harus kandas. Belum ada yang memastikan, kapan revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bersamaan dengan revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bakal dilakukan. Apalagi, tahun depan masuk tahun politik.

Di satu sisi, revisi ketiga UU itu sangat penting untuk kelanjutan reformasi perpajakan pasca program amnesti pajak (tax amnesty). Tapi di sisi lain, tertundanya pembahasan revisi ketiga UU itu menjadi peluang bagi pengusaha hingga konsultan pajak untuk memberikan saran.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) misalnya, meli- hat masih ada sejumlah poin krusial yang belum mencapai titik temu dalam revisi beleid perpajakan tersebut, khususnya UU KUP. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyatakan, poin krusial yang dimaksud, yaitu terkait wacana pemisahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari tubuh Kementerian Keuangan (Kemkeu). Hariyadi menegaskan, Apindo menolak wacana perubahan Diten Pajak menjadi Badan Penerimaan Perpajakan (BPP). “Lembaga independen yang sudah-sudah justru sering dipolitisasi dan menjadi overpower,” kata Hariyadi, Senin (26/11). Selain itu, wacana tersebut juga di- pandang sebagai sumber ketidakpastian baru bagi pengusaha terkait aturan dan hukum perpajakan yang akan menghambat bisnis.

Ketua Bidang Perpajakan Apindo Siddhi Widya Pratama menambahkan, penundaan pembahasan RUU KUP juga menjadi ruang bagi pemerintah untuk meninjau kembali situasi perekonomian terus bergerak. Misalnya terkait isu perang dagang sehingga pemerintah bisa mengkonsep UU yang lebih pro dunia. Bahkan, pihaknya tak keberatan jika pemerintah menurunkan tarif PPh, asalkan basis pajak bisa meningkat.

Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perpajakan Herman Juwono melihat, penundaan pembahasan sejulah UU perpajakan bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk menjajaki isu perpajakan ekonomi digital. Menurutnya, keterjangkauan fiskus terhadap bisnis raksasa dunia yang masuk ke Indonesia perlu masuk sebagai bahasan dalam proses revisi UU KUP.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, redefinisi subjek dan objek pajak dalam industri ekonomi digital patut diakomodasi dalam RUU perpajakan. “Yang penting harus clear bagaimana RUU ini mencerminkan visi perpajakan yang mengedepankan transparansi, kepastian hukum, fairness dan simplifikasi,” ujar dia.

Sumber: ortax.org

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only