Jakarta – Bank Indonesia (BI) baru saja melonggarkan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging dari 2% menjadi 3%. Namun hal ini dianggap belum bisa menyelesaikan ancaman likuiditas ketat di perbankan.
Ketua Bidang Pengkajian & Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani mengatakan relaksasi aturan GWM averaging bisa digunakan untuk fleksibilitas likuiditas jangka pendek. Tetapi problem yang dihadapi perbankan saat ini bukan likuiditas jangka pendek.
“Problemnya mungkin likuiditas jangka menengah-panjang di mana kalau kita melihat sekarang yield SBN pemerintah itu tinggi. Kebanyakan kalau orang telepon ke bank, orang disuruh memindahkan depisito ke ORI (Obligasi Republik Indonesia). Jadi ini juga menjadi problem yang harus disikapi,” ujar Aviliani ketika berbincang dengan CNBC Indonesia TVdalam acara Closing Bell, beberapa waktu lalu.
Aviliani menambahkan ancaman dalam likuiditas akan semakin tinggi apabila pemerintah merealisasikan rencana untuk memotong pajak bunga obligasi. Saat ini pemerintah mengenakan pajak obligasi sebesar 15% dan pajak bunga deposito 20%. Pemerintah sedang mengkaji penurunan pajak bunga obligasi.
“Akan terjadi jarak yang tinggi antara (obligasi) pemerintah dan perbankan. Ini juga harus diwaspadai karena sekarang LDR (loan to deposit ratio) 94%. Ini menunjukkan sudah terjadi peak season buat perbankan sehingga tahun depan sulit bagi bank untuk menyalurkan kredit lagi dengan keterbatasan LDR yang sudah sangat tinggi,” terang Aviliani.
Direktur utama Bank BCA Jahja Setiaadmaja juga menganggap perbankan dalam kondisi likuiditas ketat. Menurutnya, kondisi likuiditas perbankan saat ini sudah mengetat, tercermin dari rasio kredit LDR yang sudah mencapai 94%.
“Yang masalah likuiditas pasar sudah 94%. Kalau DPK tahun depan cuma 8%, kredit 12%, LDR makin besar lagi. Ini rada harus waspada,” kata dia.
Angka LDR yang tinggi menunjukkan bank sangat agresif untuk menyalurkan kredit, sementara DPK yang dihimpun seret. Per September 2018, kredit yang disalurkan tumbuh 12,7%, sementara DPK 6,5%.
Hal ini yang membuat bank sentral melonggarkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging dari 2% menjadi 3%.
Selain itu, BI pun melonggarkan aturan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Dalam kebijakan ini, PLM yang bisa direpokan ke bank sentral berubah dari 2% menjadi 4%.
Sumber : cnbcindonesia.com
Leave a Reply