China, perekonomian terbesar kedua di dunia, tetap berada di jalur untuk menjadi salah satu ekonomi yang tumbuh paling cepat secara global, menurut Jing Ulrich, managing director dan wakil chairman untuk Asia Pasifik di JPMorgan Chase.
“Hal penting untuk dicatat adalah (pertumbuhan) ekonomi China mungkin melambat. Tapi tidak berhenti,” kata Ulrich, Selasa (27/11/2018), di CNBC East Tech Westconference di distrik Nansha Guangzhou, China.
Dia mengatakan perusahaan memproyeksikan ekonomi China melambat dari 6,6% menjadi 6,1% tahun depan. Upaya Beijing untuk mengurangi ketergantungan pada utang untuk pertumbuhan, peningkatan ketidakpastian di antara konsumen, dan perlambatan investasi di bidang-bidang seperti properti, semua itu berkontribusi terhadap perlambatan, kata Ulrich.
Namun, tingkat pertumbuhan di atas 6% masih akan menjadi salah satu yang tercepat di dunia, dan akan melampaui Amerika Serikat (AS), yang tumbuh 3,5% secara tahunan di kuartal ketiga.
Ulrich menambahkan dia memproyeksikan ekonomi AS akan melambat tahun depan, karena pertumbuhan laba perusahaan melambat dan efek stimulasi pemotongan pajak berakhir.
Melansir CNBC International, selain faktor-faktor tersebut ada juga kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan antara China dan AS.
Kedua negara telah saling balas menerapkan tarif impor pada barang-barang satu sama lain senilai miliaran dolar karena Gedung Putih berusaha untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan China dan mengubah cara perusahaan asing diperlakukan oleh Beijing.
Ulrich mengatakan dia berharap Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan membuat kerangka kerja untuk negosiasi ketika mereka bertemu akhir pekan ini di KTT G20.
“Semacam gencatan senjata sementara akan sangat membantu dalam lingkungan pasar modal yang saat ini sangat bergejolak,” kata Ulrich.
S&P 500 ditutup di zona merah pekan lalu, atau turun lebih dari 10% dari level tertingginya. Indeks itu sedikit rebound pada hari Senin, tetapi tetap saja hanya naik sedikit untuk setahun ini.
Shanghai Composite Index adalah salah satu indeks saham berkinerja terburuk di dunia tahun ini, dan terperosok ke pasar bearish, atau anjlok lebih dari 20% dari rekor tertingginya baru-baru ini, yang dicapai pada bulan Juni.
“Pasar modal telah memperhitungkan pertumbuhan yang lambat akan terjadi pada 2019,” kata Ulrich.
“Tetapi dalam jangka menengah sampai panjang, sektor teknologi China akan tetap membuat kemajuan meskipun ada ketegangan perdagangan,” tegasnya.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply