Insentif untuk Tekan Impor

JAKARTA, KOMPAS–Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang berlaku sejak 27 November 2018 membidik investor dari tiga blok industri penyumbang impor terbesar. Ketiga blok industri tersebut adalah besi dan baja, kilang dan petrokimia, serta kimia dasar.
Investasi pada ketiga blok industri itu sangat dibutuhkan Indonesia untuk memperkuat industri hulu, terutama subsitusi bahan baku industri kimia.
Sementara itu, untuk mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan gas, realisasi pembangunan kilang baru harus terintegrasi dengan industri petrokimia.
Berdasarkan data transaksi berjalan yang dikutip Kompas, Minggu (2/12/2018), neraca barang pada transaksi berjalan triwulan III-2018 defisit 398 juta dollar AS. Khusus neraca migas, defisit 3,528 miliar dollar AS.
“Kalau tiga pohon industri ini digabung, impor bisa lebih dari 50 persen berkurang. Itu diincar waktu kita merumuskan tax holiday,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, akhir pekan lalu di Jakarta.
Kementerian Perindustrian mencatat, 90 persen bahan baku pada industri farmasi masih harus diimpor. Selain itu, hanya sekitar 20 persen bahan baku di sektor hulu petrokimia yang bisa dipenuhi produsen dalam negeri, antara lain etilen dan propilen. Sisanya, sekitar 80 persen masih impor dengan nilai 10 miliar dollar AS per tahun (Kompas, 27/11/2018).
Industri substitusi impor menjadi harapan karena dinilai dapat menyelamatkan devisa. Selama ini, cadangan devisa terkuras seiring impor migas yang meningkat tajam.
Saat ini kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) nasional mencapai 1,4 juta barrel per hari, tetapi kemampuan produksi BBM dari kilang di dalam negeri hanya 800.000 barel per hari. Untuk menutupi kekurangannya, sebanyak 600.000 barrel BBM diimpor per hari.
Untuk mengatasi serangkaian persoalan impor itu, insentif pajak bukan satu-satunya jurus pemerintah menarik investasi ke dalam negeri.
Pemerintah, kata Darmin, mengubah regulasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mengatasi kendala investasi soal pembebasan lahan. Investasi industri strategis hilirisasi diarahkan ke luar Jawa, seperti pengolahan minyak sawit dan karet.
Industri yang bisa berdiri di Jawa hanya industri yang mampu menciptakan produk bernilai tambah tinggi. Sebab, investasi di Jawa akan diprioritaskan untuk sektor jasa.
“Potensi Indonesia, India, dan Vietnam untuk menarik investasi dinilai berimbang. Namun, Vietnam lebih unggul dalam urusan tanah karena (pembebasannya) lebih murah dan mudah,” ujar Darmin.
Sektor lain
Pemberian fasilitas pengurangan Pajak penghasilan (PPh) badan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150 tahun 2018. Insentif pengurangan PPh sebesar 100 persen atau tax holiday diberikan maksimal 20 tahun, tergantung nilai investasinya. Sementara, pengurangan PPh sebesar 50 persen selama 5 tahun atau mini tax holiday untuk investasi Rp 100 miliar sampai dengan kurang dari Rp 500 miliar.
Dalam peraturan baru ini,  penerima tax holiday dan mini tax holiday  sebanyak 18 sektor usaha pionir, yang terdiri dari 169 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi menuturkan, fasilitas pengurangan PPh badan masih terbuka untuk sektor usaha lain, di luar 18 sektor usaha pionir yang ditetapkan. Pengusaha dapat mendaftar sebagai penerima insentif dengan syarat memenuhi minimal investasi atau menjalankan kegiatan utama di KEK.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menambahkan, pemberian insentif pajak di Vietnam dan China sentralistik sehingga lebih efektif.
sumber ortax

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only