BEI memiliki tim khusus untuk mendorong perusahaan agar go public. Sejumlah inovasi dilakukan untuk mempermudah proses perusahaan melakukan IPO.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi menyanggupi permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan 1.000 perusahaan publik dan tercatat di bursa saham. Perkiraannya, keinginan Sri Mulyani tersebut bisa terealisasi dalam kurun waktu 2-3 tahun ke depan.
“Harus mempunyai target yang besar. Itu adalah tantangan buat kita,” katanya usai CEO Networking 2018 di Jakarta, Senin (3/12). Saat ini, sudah ada 53 perusahan yang melakukan penawaran saham perdana ke publik atau Initial Public Offering (IPO) dalam satu tahun. Bahkan, masih ada 10 perusahaan yang sudah berencana masuk bursa. Jadi, sekarang ada 615 perusaan tercatat di BEI.
Inarno menegaskan, BEI secara rutin melakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan agar mau melantai di pasar modal. Bahkan, Inarno menambahkan, BEI memiliki tim khusus untuk mendorong perusahaan agar go public. Sosialisasi terutama dilakukan kepada induk perusahaan yang sudah terlebih dahulu mencatatkan diri sebagai emiten agar anak-anak perusahaannya juga mengikuti jejak induknya.
Selain itu, pihak BEI juga melakukan inovasi untuk mempermudah perusahaan yang ingin masuk ke dalam pasar modal dengan mengembangkan sistem penyampaian dokumen pencatatan secara elektronik (e-Registration), IDXnet Enhancement untuk menyediakan pengumumam dalam dua bahasa dan integrasi dengan SPE Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
BEI juga mengembangkan sistem penawaran umum elektronik (E-Book Building) melalui suatu platform digital. Dengan begitu, saat perusahaan akan IPO, pemesanan efek dapat dilakukan dari seluruh wilayah di Indonesia. Sistem pemesanan juga akan lebih transparan.
Inarno mengatakan, perusahaan calon emiten, terutama anak perusahaan yang induknya sudah go public, sudah cukup siap untuk terjun di pasar modal. Hanya saja, banyak dari mereka yang urung karena adanya beberapa faktor seperti kondisi ekonomi global yang sedang tidak stabil dan menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres).
“Padahal, menurut historikal, tidak ada pengaruhnya sama sekali antara Pilpres dengan indeks atau dengan situasi ekonomi,” kata Inarno menegaskan.
Pada tiga Pilpres yang lalu, yaitu pada tahun 2004, 2008, dan 2014, tren Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selalu positif. Pada 2004, IHSG mengalami kenaikan 44,56% dalam setahun. Pada 2008, IHSG sebenarnya terkoreksi cukup dalam karena adanya krisis global, namun pada 2009 IHSG kembali naik hingga 86,98%. Sedangkan pada 2014, IHSG mengalami kenaikan 22,29%.
Adapun, untuk mencapai target 1.000 perusahaan, Sri Mulyani membuka peluang revisi aturan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi perusahaan yang melantai di bursa. “Kami akan lihat efektivitasnya apakah masih diperlukan atau tidak. Apakah perlu dimodifikasi berdasarkan tantangan sekarang ini,” kata dia.
Sumber: katadata.co.id
Leave a Reply