RI Disebut Hidup Dari Utang, Luhut: Kita Justru Paling Rendah

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan membantah bahwa selama ini bangsa Indonesia hidup dari utang. Dia mengatakan Indonesia justru menjadi salah satu negara yang paling rendah untuk urusan utang.

“Jadi kita termasuk ke negara yang paling rendah untuk utang. Jadi kalau banyak yang bicara kita hidup dari utang itu tidak benar,” kata Luhut dalam seminar Penguatan Kapasitas Pemimpin Indonesia Session 3 guna menghadapi perubahan era revolusi industri 4.0, bertema “Inovasi untuk Indonesia yang lebih baik” yang diselenggarakan Lemhannas, di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan bahwa utang Indonesia digunakan untuk pembiayaan sektor-sektor produktif seperti pembangunan. Sementara itu, Indonesia memanfaatkan sumber pendanaan lain untuk membiaya program-prgram untuk masyarakat, baik dari pajak maupun penerimaan negara lainnya.

Utang yang ditanggung pemerintah pun, kata Luhut, saat ini dikelola dengan baik sehingga tidak membebani keuangan negara. Buktinya Indonesia masih mampu menekan inflasi di bawah 4 persen – 3,5 persen.

“Kita bisa menjadi contoh di ’emerging market’ karena mampu mengelola ‘state budget’ yang sangat kredibel. Jadi kalau sekarang punya inflasi dibawah 4 persen, itu adalah satu achievement yang bagus karena selama 12 tahun terakhir ini tidak bisa pada posisi seperti itu,” ucapnya.

Luhut juga menjelaskan pula, rasio utang RI masih tergolong rendah karena hanya sekitar 29 persen dari gross domestic product atau GDP nasional. Angka tersebut jauh dari angka yang ditentukan yaitu 60 persen.

Luhut mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berjalan cukup baik jika dibandingkan negara lain di dunia. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup diapresiasi oleh Bank Dunia dan IMF.

Alasan lainnya Indonesia memiliki GDP yang cukup besar, sekitar angka US$ 1,1 triliun. Selain itu, ada pula kebijakan tax amnesty yang berdampak pada meningkatnya rasio penerimaan pajak nasional.

Luhut menjelaskan, rasio pajak RI untuk pertama kalinya ada di angka 12,1 persen di tahun ini. Intinya kata Luhut, penerimaan negara dari pajak meningkat karena orang yang membayar pajaknya bertambah.

“Kenapa bertambah, karena itu akibat dari tax amnesty. Kami berharap dalam 2-3 tahun ke depan tax ratio akan bisa 15 persen. Artinya kalau 15 persen dari 16.000 triliun GDP, kira kira mungkin (penerimaan pajak) sekitar Rp 2.400 triliun,” tutur Luhut.

Sumber: bisnis.tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only