Selain Insentif Pajak, Pengusaha Harap Banyak Pemikat untuk IPO

Asosiasi pengusaha mengusulkan penurunan syarat minimal aset untuk pencatatan saham di BEI, penjaminan saham, hingga penurunan sejumlah biaya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menjelaskan ada beberapa opsi kebijakan untuk mendongkrak jumlah emiten baru di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham perdana ke publik atau Initial Public Offering (IPO). Kebijakan yang dimaksud bukan hanya penambahan insentif pajak.

Opsi kebijakan yang pertama yaitu melonggarkan persyaratan aset minimal yang harus dimiliki perusahaan yang hendak mencatatkan sahamnya di BEI. “Ini menarik kalau diberikan pelonggaran persyaratan,” kata Hariyadi kepada Katadata.co.id, Selasa (4/12).

Opsi lainnya, pengadaan papan indeks kedua untuk pencatatan saham emiten kecil. Ia mencontohkan Amerika Serikat (AS) yang memiliki American Stock Exchange (AMEX) untuk volume perdagangan yang lebih rendah dan National Association of Securities Dealers Automated Quotations (NASDAQ) yang mencakup volume perdagangan lebih tinggi.

Dua opsi kebijakan ini sebetulnya mulai diterapkan otoritas bursa, meskipun ada harapan pelonggaran lebih lanjut. Otoritas menerapkan dua papan pencatatan yaitu papan pengembangan dan utama. Di papan pengembangan, syarat minimal net tangible aset (aset berwujud) untuk pencatatan saham yaitu minimal Rp 5 miliar, sedangkan papan utama minimal Rp 100 miliar.

Lebih jauh, Haryadi mengusulkan agar adanya penjaminan/asuransi atas saham. Menurut dia, penjaminan semacam ini sudah diterapkan di negara lain. “Apalagi perusahaan publik. Kalau sahamnya bagus, masa tidak boleh dijamin?” ujar dia.

Ia juga mendukung bila pemerintah berencana memperbesar insentif pengurangan PPh untuk emiten. Selama ini, pemerintah menetapkan perusahaan terbuka bisa mendapatkan penurunan tarif PPh sebesar 5% lebih rendah dari tarif tertinggi PPh wajib pajak badan dalam negeri.

Insentif tersebut berlaku bila kepemilikan sahamnya oleh publik mencapai 40% atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut paling sedikit dimiliki 300 pihak. Adapun ketentuan ini telah diatur sejak 11 tahun lalu lewat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007.

Adapun sejauh ini, menurut dia, banyak pengusaha masih lebih tertarik mencari pendanaan dari perbankan dibandingkan pasar modal lewat penawaran saham perdana (IPO). Sebab, opsi tersebut dinilai lebih mudah dan lebih murah. Apalagi bila tata kelola perusahaan bagus, bunga yang didapat bisa cukup murah.

Penyebab lainnya, pengusaha memperhitungkan biaya dan keuntungan yang diperoleh dari sahamnya. Menurut dia, hasil penawaran saham kerap “terdiskon” 20-30% selama prosesnya. “Diskon” tersebut dinilainya sangat besar.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai ada beberapa faktor penentu lainnya yang perlu diperhatikan pemerintah bila ingin menarik lebih banyak emiten baru. Jadi, bukan hanya insentif pajak. “Ada faktor lain penentu seperti kemudahan listing, biaya listing, iuran OJK dan sebagainya juga menjadi faktor,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan harapannya agar jumlah emiten bertambah dari saat ini sebanyak 615 menjadi 1.000 dalam waktu dekat. Untuk itu, ia pun tengah mempertimbangkan revisi aturan penurunan tarif PPh bagi perusahaan terbuka.

“Kami akan lihat efektivitasnya apakah masih diperlukan atau tidak. Apakah perlu dimodifikasi berdasarkan tantangan sekarang ini,” kata dia. Menurut dia, pihaknya telah mendiskusikan peluang revisi aturan ini dengan Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber: katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only