KEHADIRAN Terminal III Bandara Soekarno-Hatta memang sangat membantu perusahaan aviasi dan konsumen transportasi udara nasional yang selama ini terkerangkeng di Terminal I dan II Soekarno-Hatta.
Sebelum itu, volume penerbangan cukup ramping, antrean pesawat jelang take off pun sangat panjang bak ular. Belum lagi penampakan bandara dan berbagai jenis layanan yang rasanya kurang mampu merepresentasikan negara Indonesia yang besar ini.
Namun, seiring berjalannya waktu, kapasitas bandara yang ada makin terlihat mengecil dibanding pertumbuhan konsumen penerbangan dan kemampuan perusahaan aviasi untuk melayaninya.
Oleh karena itu, setelah kehadiran terminal III Soekarno-Hatta, lonjakan permintaan dari konsumen atau pertumbuhan pasar aviasi nasional kian mekar. Ditambah pula dengan peningkatan kunjungan pariwisata mancanegara yang ditargetkan sampai 20 juta sampai tahun 2019, otomatis peran terminal III yang sudah bertaraf internasional tersebut terasa agak mengecil.
Oleh karena itu, saya sangat memahami mengapa begitu banyak pihak yang sangat antusias mendengar kabar rencana dari Angkasa Pura II untuk menambah bandara baru di sekitar Bandara Soekarno-Hatta.
Tentu, rencana tersebut menjadi angin segar untuk transportasi udara kita yang pasarnya kian membeludak. Dengan kata lain, kehadiran bandara baru yang akan menjadi gerbang dan wajah perwakilan Indonesia di kancah internasional tak bisa ditawar-tawar lagi.
Bandara Soekarno Hatta II sudah selayaknya menjadi imperative bagi industri penerbangan nasional di satu sisi dan akselerasi konektifitas Indonesia di sisi yang lain.
Dari perkembangan informasi yang sempat saya peroleh, memang pemerintah sudah jauh hari memahami kebutuhan ini dan telah berencana untuk membangun Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) 2 pada 2020. Pasalnya, kapasitas pengunjung Bandara Soekarno-Hatta sudah tinggi.
Lonjakan pengguna Bandara diperkirakan akan tembus angka 100 juta tahun ini dan akan terus menanjak di tahun-tahun mendatang.
Sebagaimana pernah diungkapkan pemerintah melalui Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pembangunan bandara Soekarno-Hatta Dua nantinya akan memakan biaya lebih dari Rp 100 triliun. Namun, pemerintah dan Angkasa Pura II belum memastikan apakah dalam pembiayaannya akan mengundang investor swasta atau memakai skema pembiayaan lain.
Jika kita refleksikan, memang Indonesia yang besar ini membutuhkan bandara yang representatif.
Keberadaan Bandara Soekarno-Hatta Terminal III, sebagaimana pandangan saya di awal tulisan, memang sangat membantu, tapi fakta menunjukan bahwa Indonesia membutuhkan lebih dari itu. Indonesia membutuhkan Bandara Soekarno-Hatta II, untuk menyambut kemajuan dan untuk menyesuaikan diri dengan modernitas ekonomi dunia.
Reklamasi
Perkembangan ekonomi dunia dan domestik kian pesat, dunia transportasi pun demikian, apalagi dunia transportasi berteknologi tinggi seperti penerbangan. Jadi rencana AP II membangun bandara Soekarno-Hatta II adalah rencana yang perlu didukung oleh semua kalangan
Sementara itu dari sisi yang lain, kehadiran Bandara Soekarno-Hatta II akan memberikan efek pengganda kepada kunjungan wisata asing ke Indonesia selama masa pembangunan dan setelah bandara selesai.
Apalagi jika bandara bari tersebut dibangun di atas lahan reklamasi, selain akan menjawab persoalan kapasitas, nantinya juga akan menjadi daya tarik tersendiri di mata para pengunjung asing dan domestik. Pasalnya bisa menjadi atraksi tersendiri yang akan memberikan pengalaman berbeda dengan bandara lainya.
Dengan kata lain, reklamasi untuk Bandara Soekarno-Hatta II adalah pilihan yang paling masuk akal saat ini. Sulit rasanya menemukan lahan seluas 2.000 ha di sekitar lokasi existing saat ini.
Belum lagi masalah relokasi masyarakat di lokasi tersebut nantinya. Tentunya akan banyak rentetan masalah jika memaksakan diri untuk menemukan lahan yang sesuai dengan kriteria.
Oleh karena itu, reklamasi adalah pilihan yang paling bijak untuk pemerintah dan AP II. Toh yang harus kita garisbaeahi bahwa tak selamanya reklamasi itu negatif. Bandara tambahan di Bali, untuk menyambut acara IMF-Bank Dunia tempo hari adalah hasil reklamasi.
Selain itu, yang tak kalah penting, reklamasi akan menghasilkan multiplayer effect yang besar. Ada peluang bisnis bagi mitra-mitra pengadaan bahan baku dan barang modal.
Selama prosesnya legal dan profesional, banyak usaha yang akan terkerek oleh pembangunan Bandara Soekarno-Hatta II di atas lahan reklamasi, mulai dari pengusaha pengadaan pasir, semen, besi, kontraktor alat berat, kontraktor, dll.
Akan ada banyak lapangan pekerjaan selama dan setelah pembangunan nandara di atas lahan reklamasi tersebut. Sekali lagi, asal semua prosesnya legal, profesional, dan benar.
Untuk menghasilkan bandara di atas lahan reklamasi, pemerintah dan AP II memang berkonsentrasi pada proses yang benar. Persoalan reklamasi selama ini masih sama, yakni lingkungan dan imbas multiplayer efek dari mitra-mitra pengadaan barang modal dan bahan baku.
Tak sedikit berita miring menyertai proyek-proyek reklamasi. Ada daerah lain yang jadi korban. Misal ada mitra pengadaan pasir yang didatangkan dari daerah lain ternyata tak berkontribusi pada pendapatan pajak daerah asal pasirnya.
Bahkan tak sedikit yang malah berpotensi konflik dengan masyarakat setempat di mana pasir berasal. Sehingga muncul berita miring bahwa pasir untuk reklamasi adalah pasir “spanyol” alias separo nyolong.
Hal semacam ini tak perlu terjadi lagi jika pemerintah dan AP II serius mengawal prosesnya. Mitra-mitra yang digandeng harus jelas identitas dan legalitasnya, sehingga kontribusinya pada perekonomian juga bisa diukur.
Jika perlu, pemerintah dan AP II dalam proyek reklamasi Bandara Soekarno-Hatta Dua nanti harus aktif menekan dan meminggirkan mitra-mitra yang tidak jelas juntrunganya, agar proyeknya benar-benar bermanfaat sedari pengerjaan sampai setelah bandara beroperasi.
Pendek kata, dari perkembangan dan proyeksi kebutuhan ke depan, keberadaan Bandara Soekarno-Hatta II memang tak bisa ditawar lagi.
Lonjakan aktivitas aviasi, lonjakan konsumen, termasuk dinamika ekonomi dan peningkatan jumlah kelas menengah Indonesia pengguna aktif transportasi udara, adalah beberapa faktor penting yang mengharuskan Angkasa Pura II untuk terus berekspansi, terutama membangun Bandara Soekarno-Hatta baru.
Dari kondisi yang ada dan potensi yang akan teraktivasi nantinya, opsi yang paling masuk akal adalah membangun bandara di atas lahan reklamasi secara benar dan legal. Sehingga Indonesia nantinya selain memiliki wajah internasional yang bisa dibanggakan oleh semua rakyat, juga memiliki bandara yang representatif dengan perkembangan ekonomi serta adaptif dengan perkembangan jaman.
Sumber : kompas.com
Leave a Reply