Industri Daur Ulang Plastik Diusulkan Dapat Diskon PPN 5%

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan insentif fiskal berupa potongan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri daur ulang sebesar 5% kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Potongan itu bertujuan memacu perkembangan industri daur ulang di Tanah Air.

“Investasi di industri daur ulang dari 600 perusahaan hingga kini hanya Rp 1 triliun, sehingga perlu dipacu lagi” ujar Direktur Industri Kimia Hilir Ditjen Industri, Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Taufik Bawazier di Tangerang Selatan, Banten, belum lama ini.

Menurut dia, selama ini, tarif PPN sebesar 10% memberatkan industri daur ulang. Adapun potongan PPN tersebut diberikan kepada seluruh proses industri daur ulang, mulai dari pengepulan, penggilingan, pengonversian, hingga distribusi.

“Dengan insentif ini, kami harap dapat mengurangi sampah plastik dan dapat mendorong pertumbuhan industri daur ulang,” kata dia.

Kemenperin, kata dia, sudah mengirim surat kepada BKF Kemenkeu pada Juni 2018 mengenai usulan tersebut. Dia berharap alasan Kemenperin dapat diterima BKF.

Dia menilai, industri daur ulang adalah industri ramah lingkungan dan bisa menyerap banyak tenaga kerja. Saat ini, ada sekitar 1.580 industri pengolahan plastik dengan total pekerja mencapai 177 ribu orang. Setiap tahunnya nilai produksi industri plastik ini mencapai Rp 23 triliun. Dari jumlah itu, mayoritas didominasi oleh industri kemasan makanan dan minuman, sedangkan industri daur ulang plastik baru menyumbagkan sebagian kecil dari nilai tersebut.

Apalagi, Tiongkok sedang melarang impor sampah plastik. Ini bisa menjadi peluang Indonesua untuk masuk dengan plastik daur ulang yang ramah lingkungan.“Saya kira teknologi yang perlu dikembangkan adalah pengolahan hasil sampah,” kata dia.

Menurut dia, Indonesia membukukan surplus perdagangan sampah plastik (scrap) sebesar US$ 40 juta. Ekspor mencapai US$ 90 juta, sedangkan impor US$ 50 juta. Scrap ini menjadi bahan baku alternatif plastik.

Taufiq mencatat, kebutuhan plastik sebagai bahan baku industri mencapai 5,6 juta ton per tahun. Sebanyak 2,3 juta ton sudah dipenuhi oleh industri plastik nasional, 1,67 juta ton dipenuhi dari impor bijih plastik virgin, dan 435 ribu ton dipenuhi dari impor limbah plastik non-B3.

Ketua Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine Halim mengatakan selama ini industri daur ulang belum pernah mendapatkan insentif fiskal dari pemerintah. Padahal, jumlah industrinya di Indonesia terbilang paling banyak. Sampai saat ini terdapat 360 anggota terdaftar di asosiasi yang terbentuk pada 19 Februari 2015 itu. Jumlahnya terus meningkat setiap tahun dan melibatkan 4 juta pemulung.

Sumber: beritasatu.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only