Ditjen Pajak Cegah Korupsi Pegawai dengan Remunerasi Tinggi

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan terus melakukan reformasi internal untuk mencegah pegawainya terlibat suap maupun korupsi.

Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Harry Gumelar mengatakan, angka pelaporan pegawai pajak yang diduga melanggar hukum sudah jauh berkurang dibandingkan sebelum tahun 2000 awal.

Dinding integritas yang dibangun Ditjen Pajak sempat runtuh karena kasus Gayus Halomoan Tambunan pada 2010.

Harry menyatakan, alasan utama yang menyebakan seseorang melakukan korupsi adalah kurangnya pendapatan yang diperolehnya. Oleh karena itu, salah satu yang dilakukan Ditjen Pajak untuk menjaga integritas pegawai pajak adalah dengan memperbaiki remunerasi.

“Saya bilang ke teman-teman, gaji mereka jauh di atas pegawai bank. Mestinya sudah tidak lagi kekurangan uang,” ujar Harry di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/12/2018).

Dengan gaji yang besar, maka diharapkan tak ada lagi praktik korupsi oleh pegawai pajak karena semua kebutuhan dasarnya sudah sangat tercukupi. Jika masih saja terjadi, kata Harry, maka oknum tersebut yang bermasalah.

“Kita selalu ingatkan untuk stop, jangan lagi,” kata Harry.

Selain itu, Ditjen Pajak juga menyiapkan beberapa program dalam rangka pencegahan korupsi pegawainya. Pertama, dengan melakukan penyuluhan kepada wajib pajak agar jangan coba-coba menyuap petugas pajak.

Kalaupun menemukan petugas pajak yang meminta imbalan atau terang-terangan ingin disuap, kata Harry, jangan diladeni. Oleh karena itu, penting menyadarkan wajib pajak untuk menumbuhkan lingkungan bebas korupsi dan suap, terutama terkait pajak.

Kampanye anti suap dan korupsi juga digalakkan drngan berbagai media, salah satunya lewat film. Dalam film tersebut akan digambarkan bagaimana kasus yang terjadi di kantor pakak dan dampaknya hingga masuk penjara.

“Kita sebarkan nanti. Gara-gara anda tidak prudent, masuk penjara dan dipecat,” kata Harry.

Ditjen Pajak juga menekankan ke eselon 3 dan 4 bahwa mereka menjadi panutan bawahannya. Jika atasan tak memberi contoh yang baik, maka bawahan pun enggan mematuhi aturan dan cenderung melalukan hal yang sama seperti korupsi.

“Atasan harus konsisten dengan aturan agar ditiru bawahannya,” kata Harry.

Para atasan di Ditjen Pajak juga wajib mengenal profil pegawainya dengan baik. Termasuk soal pendapatannya per bulan.

Jika ditemukan kondisi yang tak sesuai dengan latar belakang ekonominya, misalnya tiba-tiba membeli mobil mewah dengan gaji yang sedang-sedang saja, maka atasan patut curiga. Atasan perlu melakukan konfirmasi dari mana bawahannya memperoleh barang yang tak sesuai profilnya.

“Diharapkan dengan pengetahuan atasan ke bawahan, akan sedikit ngerem temam-teman berperilaku tidak baik,” kata Harry.

Upaya menekan suap dan korupsi juga dilakukan dengan memperbaiki kode etik agar lebih jelas. Jika sebelumnya hanya diatur soal kewajiban dan larangan, ke depannya akan diatur lebih detil soal perilakunya.

Misalnya, bagaimana seharusna berhubungan dengan wajib pajak, hubungan dengan konsultan, dan sebagainya. Poin utamanya adalah integritas yang harus dijaga. Harry juga menekankan agar budaya memberi imbalan kepada petugas pajak dihapuskan.

“Jangan ada budaya tidak enak kalau sudah dibantu, tidak ngasih. Tidak usah sungkan kalau audah selesai urusananya karena memang sudah kewajiban dia,” kata Harry.

Sumber: ekonomi.kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only